Alissa Wahid Soroti Koalisi Parpol: Lebih ke Transaksi Kekuasaan
Senin, 4 September 2023 | 18:30 WIB
Jakarta, NU Online
Bangsa Indonesia beberapa bulan lagi menuju pemilu 2024 yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 mendatang. Masyarakat saat ini sedang dihadapkan pada hiruk-pikuk koalisi partai politik untuk mengusung capres dan cawapres 2024.
Menurut Alissa Wahid, koalisi partai politik di Indonesia saat ini kecenderungannya lebih ke transaksi kekuasaan tanpa mempertimbangkan paradigma politik ideologis. Karena menurutnya, paradigma politik akan menentukan kebijakan politik.
"Misal paradigma politik Gus Dur adalah keadilan dan kemanusiaan, maka mudah baginya untuk mengembalikan nama Papua dan menghentikan operasi militer, mengembalikan hak-hak kultural masyarakat Tionghoa, dan seterusnya," kata Alissa Wahid, Senin (4/9/2023) lewat akun X-twitternya.
Sementara, lanjut Alissa, secara awam paradigma politik rezim Orde Baru adalah kestabilan politik atas nama kekuasaan mutlak, maka pendekatan opresif represif dihalalkan. "Maka warga ratusan desa di kawasan (calon) waduk Kedungombo pun diintimidasi dan alami kekerasan," ungkap Ketua PBNU ini.
Dia juga mencontohkan politik di Amerika Serikat. Di AS, kata Alissa, partai Demokrat punya ideologi dan paradigma politik berseberangan dengan partai Republik. "Maka kebijakan-kebijakannya pun berbeda. Kebijakan luar negeri, ekonomi, dan lain-lain," jelasnya.
Jadi kalau hari ini di Indonesia, imbuh Alissa, partai-partai politik asal berkoalisi tanpa pertimbangan ideologis. Menurutnya, hal itu bukan persatuan atau mencegah polarisasi. "Analisis saya, itu lebih ke transaksi kekuasaan. Dan itu akan masalah, karena kebijakan pemerintahannya nanti juga akan terpengaruh," terangnya.
"Misalnya kebijakan keberagamaan, apakah akan pakai paradigma kesetaraan hak warga negara sehingga semua umat beragama akan bebas membangun rumah ibadah, atau paradigma harmoni sosial yang mengedepankan penerimaan kelompok mayoritas setempat," tandas Alissa.