Nasional

Ancaman Longsor Meningkat, LPBINU Imbau Mayarakat Lebih Tanggap Bencana

Selasa, 18 November 2025 | 14:00 WIB

Ancaman Longsor Meningkat, LPBINU Imbau Mayarakat Lebih Tanggap Bencana

Ilustrasi longsor. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi adanya dua Bibit Siklon Tropis, yakni 97S dan 98S yang saat ini aktif di dekat wilayah Indonesia. Meskipun keduanya memiliki potensi rendah, tetapi memicu cuaca ekstrem dan bencana hidrometeorologi, salah satunya tanah longsor.


Anggota Lembaga Penanggulangan Bencana dan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU) Affan Rozi menekankan bahwa kesiapsiagaan masyarakat sangat menentukan keselamatan.


Ia juga menyoroti pentingnya reboisasi, ronda malam, dan komunikasi intensif dengan pemerintah serta BNPB.


“Kalau yang memang sudah terindikasi daerah rawan longsor, maka perlu adanya reboisasi atau penanaman pohon, ya setidaknya kita bisa melaksanakan yang tadinya kosong jadi ada,” ujarnya kepada NU Online, Senin (17/11/2025).


“Ronda malam ini diperlukan untuk memastikan warga dapat menerima informasi cepat bila muncul tanda-tanda longsor, dan tetap berkomunikasi dengan BNBP mengenai informasi terbarunya,” sambung Affan.


Data Bencana Indonesia 2024 dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa tanah longsor menempati posisi teratas dengan tercatat 213 orang meninggal dunia, 22 orang hilang, 123 orang luka-luka, dan 59.531 orang mengungsi akibat kejadian longsor di berbagai wilayah.


Dalam Buku Saku BNPB berjudul Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana (2019), tanah longsor dijelaskan sebagai bencana yang sering dipicu oleh kombinasi curah hujan tinggi, lereng terjal, tanah gembur, minim vegetasi, hingga getaran.


“Bencana longsor biasanya terjadi begitu cepat sehingga menyebabkan terbatasnya waktu untuk melakukan evakuasi mandiri. Material longsor menimbun apa saja yang berada di jalur longsoran,” demikian keterangan yang diakses NU Online, Senin (17/11/2025).


BNPB merinci tiga fase penting dalam menghadapi ancaman longsor: pra-bencana, saat bencana, dan pasca-bencana.


Pada fase pra-bencana, masyarakat diimbau melakukan langkah mitigasi seperti pembangunan bangunan penahan, pembuatan drainase yang tepat, penghijauan dengan tanaman berakar kuat, mendirikan bangunan dengan fondasi kokoh, menutup rekahan di atas lereng, tidak menggunduli hutan, hingga waspada saat curah hujan tinggi.


Ketika bencana terjadi, warga harus segera mengevakuasi diri menjauhi sumber suara gemuruh atau arah longsoran, serta mengikuti sirine peringatan dini di wilayah yang sudah memasang sistem deteksi.


Sementara pada fase pasca-bencana, masyarakat diminta menghindari area longsoran karena tanah masih labil serta tetap waspada terhadap potensi longsor susulan ketika hujan kembali turun.