Aniaya Siswa SMP hingga Tewas di Medan, Anggota TNI Hanya Divonis 10 Bulan Penjara
Senin, 27 Oktober 2025 | 22:00 WIB
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi (tengah) di Kementerian PPPA, Jakarta, Senin (27/10/2025). (Foto: NU Online/Jannah)
Jakarta, NU Online
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menyesalkan vonis penjara 10 bulan untuk Sertu Riza Pahlivi. Pasalnya, anggota TNI yang terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap seorang siswa SMP berinisial MHS (15) hingga tewas di Deli Serdang itu semestinya peradilannya ditempuh di peradilan umum, bukan militer.
“Ini menjadi keprihatinan dan menjadi perhatian besar dari Kementerian PPPA. Kami segera berkoordinasi bapak panglima (Agus Subiyanto),” ujar Arifa di Kantor Kemen PPPA, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (27/10/2025).
Arifa menilai, hukuman tersebut tidak memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya, serta berpotensi melemahkan upaya perlindungan anak di Indonesia.
“Jadi, kami sedang berproses dan kami akan menyampaikan bahwa tidak ada ketidakadilan, tetapi ini belum selesai dan kami akan informasikan hasil advokasi kami,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa bahwa pihaknya bersama unit perlindungan anak (P3A) di daerah telah melakukan pendampingan untuk keluarga korban. “Kalau pendampingan, sudah dilakukan oleh P3A (di Medan),” ujarnya.
Kronologi kejadian
Kasus tragis ini bermula pada 24 Mei 2024, ketika MHS (15), seorang pelajar SMP, bersama temannya berada di lokasi tawuran pelajar di Jalan Pelican, Deli Serdang, Sumatra Utara. Saat aparat gabungan tiba untuk membubarkan tawuran tersebut, MHS diduga ikut diamankan oleh seorang oknum Babinsa TNI meskipun ia tidak terlibat langsung dalam aksi tawuran.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan kesaksian warga, oknum Babinsa tersebut kemudian melakukan penganiayaan terhadap MHS, menendang dan memukul korban secara berulang hingga mengalami luka berat di bagian kepala dan tubuh. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit oleh warga sekitar, tetapi nyawanya tidak tertolong akibat luka yang dideritanya cukup paraah.
Kasus ini kemudian dilaporkan oleh keluarga korban dan menjadi perhatian publik karena melibatkan aparat militer. Setelah lebih dari satu tahun proses hukum berjalan, Pengadilan Militer I-02 Medan akhirnya menjatuhkan vonis kepada pelaku dengan hukuman pidana penjara selama 10 bulan serta kewajiban membayar restitusi sebesar Rp12.777.100 kepada keluarga korban.
Namun, vonis tersebut dinilai terlalu ringan dibandingkan dengan ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 76C Jo. Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang seharusnya dapat mencapai 15 tahun penjara.