Bangun Semangat Kekitaan dalam Tubuh NU untuk Lahirkan Pembaharu Kolektif
Selasa, 30 November 2021 | 06:45 WIB
Mudzakarah Majelis Alumni IPNU dengan tema Menuju Satu Abad NU: Konsolidasi Kader Muda NU dalam Meneguhkan Perkhidmatan untuk Peradaban Dunia. Kegiatan ini digelar di Hotel Millenium, Jakarta, Senin (29/11/2021). (Foto: istimewa)
Jakarta, NU Online
Tak lama lagi, Nahdlatul Ulama akan genap berusia 100 tahun. Muktamar Ke-34 menandai akhir abad pertama, sekaligus mengawali abad kedua organisasi masyarakat (Ormas) Islam terbesar di Indonesia itu.
Sekretaris Umum Majelis Alumni Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) H Asrorun Niam Sholeh menyitir sebuah hadis, bahwa dalam 100 tahun akan hadir pembaharu (mujaddid atau reformer). Karenanya, hal tersebut perlu disiapkan dalam Muktamar Ke-34 nanti.
Keterangan itu disampaikan dalam Mudzakarah Majelis Alumni IPNU dengan tema Menuju Satu Abad NU: Konsolidasi Kader Muda NU dalam Meneguhkan Perkhidmatan untuk Peradaban Dunia. Kegiatan ini digelar di Hotel Millenium, Jakarta, Senin (29/11/2021).
Menanggapi Niam, Ketua Panitia Pengarah Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama Prof Muhammad Nuh menjelaskan bahwa memang Muktamar Ke-34 berupaya menyiapkan peta jalan utama untuk melahirkan pembaharu.
Namun, Nuh menggarisbawahi bahwa pembaharu yang diharapkan bukan sekadar personal seseorang, melainkan pembaharu kolektif untuk mempersiapkan tata kelola baru. Ia menegaskan harus ada ikhtiar untuk mewujudkan hal tersebut.
"Muktamar ini momentum untuk menyiapkan fondasi," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2009-2014 itu.
Bagian integral dari pembaharuan itu adalah kemandirian dalam perkhidmatan kepada masyarakat. Mandiri, menurutnya, bukan sekadar secara pengetahuan saja, melainkan kesatuan pengetahuan, pola pikir, dan perilaku.
Ia mendorong NU harus memiliki sebuah ekosistem tersendiri di usianya ke-100. Ekosistem tersebut mencakup sistem dakwah, layanan kesehatan, hingga pusat perekonomian.
Oleh karena itu, semangat yang harus dibangun dalam mewujudkan cita bersama itu adalah spirit kekitaan, bukan lagi personal. Ke depan, tidak ada lagi 'saya'. Sebab, menurutnya, yang ada hanyalah 'kita'.
Jembatan menuju kemandirian itu juga harus dibangun oleh orang-orang yang sudah expert. Sebab, pembangunan rumah sakit, misalnya, tidak cukup dengan hanya niat dan tekad, tetapi juga membutuhkan modal, pelaksanaan pembangunannya, hingga pengelolaannya, bukan sekadar percobaan.
"Expert itu tahu persoalan dan jawaban dan melaksanakan," kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Kegiatan ini juga dihadiri Bupati Banyuwangi 2010-2020 Abdullah Azwar Anas, Direktur Jenderal Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama Muhammad Ali Ramdani, dan Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hasan Chabibi.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan