Berdampingan dengan Masyarakat Tionghoa, Wapres Harap Santri di Lasem Pertahankan Budaya Toleransi
Ahad, 28 Januari 2024 | 07:00 WIB
Wapres dan Ibu Negara Wury Ma'ruf Amin berfoto dengan pengasuh dan para santri Pesantren Kauman di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. (Foto: BPMI Setwapres)
Jakarta, NU Online
Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin berharap para santri Pondok Pesantren Kauman di Lasem, Rembang, Jawa Tengah terus mempertahankan budaya toleransi atau konsep multikultural karena saling berdampingan dengan masyarakat Tionghoa.
“Saya senang budaya (toleransi) multikultural di Lasem ini terus dipertahankan, inilah kekayaan Lasem, inilah kekayaan buat Indonesia dan buat kita semua,” ujar Wapres sebagaimana keterangan tertulis yang diterima NU Online, Ahad (28/01/2024).
Seperti diketahui, Pesantren Kauman dibangun oleh keturunan KH Ma'shoem Ahmad yang dikenal dengan “Tiongkok Kecil” karena pengaruh budaya Tiongkok yang begitu kental. Hingga kini, warga santri hidup rukun dengan masyarakat Tionghoa yang tinggal di wilayah ini.
Menurut Wapres, interaksi antarbudaya muslim dan etnik Tionghoa di Lasem telah terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka. Wapres menilai bertahannya konsep multikultural di daerah inilah yang mungkin menyebabkan Indonesia dikenal dunia dengan toleransinya.
“Ternyata memang di sini (Lasem) tempat di mana terjadi akulturasi, perbauran antara masyarakat santri dan masyarakat Tionghoa. Jadi, daerah ini menggambarkan sebagai daerah yang toleran sejak abad-abad ke-16, ke-17,” ungkapnya.
“Jadi sebenarnya ini contoh, dan ini barangkali yang menginspirasi sehingga Indonesia itu sekarang dikenal sebagai negeri yang paling toleran di dunia,” imbuhnya.
Lebih jauh, Wapres mengungkapkan bahwa sebelumnya beberapa utusan dari Majelis Hukama al-Muslimin (MHM), persatuan para cendekiawan muslim sedunia yang berbasis di Abu Dhabi, menemuinya untuk belajar toleransi. Menurut pengakuan utusan tersebut, Indonesia merupakan negeri paling toleran yang bisa menjadi contoh bagi kehidupan.
“Bahkan mereka mengatakan sekarang ini bukan saatnya lagi kitab-kitab, buku berbahasa Arab diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, seharusnya justru buku-buku yang berbahasa Indonesia diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Kenapa? Karena banyak nilai-nilai yang terkandung di Indonesia yang bisa menjadi pelajaran buat kehidupan global,” papar Wapres.
“Ini rupanya juga peran Lasem di sini memberikan informasi terhadap kehidupan toleransi di Indonesia,” tambahnya.
Selaras, Pengasuh Pesantren Kauman Lasem KH Moch Zaim Ahmad Ma’shoem juga mengungkapkan kehidupan toleransi antara umat Islam dengan masyarakat Tionghoa telah terjadi di Lasem jauh sebelum Indonesia merdeka, di mana mereka berjuang bersama melawan penjajah Belanda sekitar tahun 1740.
“Interaksi masyarakat Lasem yang telah terjadi pada saat itu melawan kolonial Belanda, perang, menunjukan bahwa memang interaksi sudah terjadi sejak sebelum itu,” ungkap Kiai Zaim.