Bimas Islam Siapkan Buku Moderasi Beragama untuk Kalangan Umum
Selasa, 24 November 2020 | 08:30 WIB
Jakarta, NU Online
Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, buku Moderasi Beragama yang akan diterbitkan Ditjen Bimas Islam harus berbeda dengan yang lain. Karena buku ini tidak hanya dibaca oleh akademisi, namun juga masyarakat umum. Susunan dan tata bahasa buku yang sudah ada, kata dia, masih sangat normatif.
Hal tersebut dikatakannya saat berbicara dalam diskusi kelompok terpumpun (DKT) atau focus group discussion (FGD) yang diinisiasi Sekretariat Ditjen Bimas Islam di Jakarta, Selasa (24/11).
“Kita juga melihat bahwa diskusi-diskusi masyarakat terkait moderasi beragama masih belum terlalu jelas atau masih mengawang-awang. Oleh karena itu, buku Moderasi Beragama terbitan Bimas Islam harus berbeda,” pintanya.
Menurut Kamaruddin, dalam buku yang akan disusun ini nantinya tidak hanya menjelaskan moderasi beragama. Akan tetapi, juga menjelaskan radikalisme. “Jadi, pembaca dapat memahami perbedaannya. Maka, soal ekstremis dan jihadis perlu dibuat satu bab tersendiri,” tandasnya.
Selain itu, lanjut dia, harus dicantumkan ayat Al-Qur’an dan hadis-nya. Bukan hanya dijelaskan secara normatif tentang moderat. Namun, harus ada penjelasan yang detail dan rujukan ayat-ayat dan hadis terkait moderasi.
“Ini saya tegaskan pentingnya setiap penjelasan dalam buku harus ada rujukan terkait ayat atau hadis, sebab ini Bimas Islam. Jadi, harus menunjukkan telaah teks dan kajian empiris. keduanya harus sama-sama kuat. Kalau nggak ada yang baru, buat apa kita bikin buku,” sergahnya.
Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini juga meminta, buku tersebut harus memuat satu bab khusus yang menjelaskan secara detail mengenai konservatif. Misalnya menjelaskan mengenai salafiyah dan atau liberal dijelaskan secara terperinci. “Sebab, kita sekarang ini melihat konservatisme Islam cukup menguat,” terangnya.
“Setelah itu, baru masuk isu moderasi. Jika ingin memahami moderasi beragama secara baik maka harus memahami tentang konservatisme Islam, liberalism Islam. Dan ini semua harus ada penjelasan yang justifiable,” tegas Kamaruddin.
Ia berpesan, buku moderasi beragama ala Bimas Islam ini mestinya diasumsikan bahwa yang akan membaca buku ini bukan akademisi semua. “Maka bahasanya harus disesuaikan. Soal ekstrem kanan, esktrem kiri, itu apa maksudnya. Harus dijelaskan secara kuat dan detail,” lanjut pria asal Sulawesi Selatan ini.
Sinergitas penyuluh
Sebelumnya, Direktur Penais Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama, H A Juraidi mengatakan bahwa isu Moderasi Beragama dilakukan untuk meningkatkan kualitas agama dalam masyarakat. Oleh karena itu, para penyuluh harus bersinergi dengan penceramah agama.
“Sebab, para penyuluh agama dan kader muda ormas Islam mempunyai kedudukan yang strategis dalam mengawal moderasi dan kerukunan umat beragama. Sebagai penggerak moderasi beragama, penyuluh harus paham visi-misi Kementerian Agama,” kata Juraidi.
Bunyi visi Kemenag 2020-2024, lanjut dia, Kementerian Agama yang profesional dan andal dalam membangun masyarakat yang saleh, moderat, cerdas dan unggul untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong royong.
“Visi Kementerian Agama ini ditetapkan merujuk pada Visi Presiden dan Wakil Presiden tahun 2020-2024 yaitu Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian, Berlandaskan Gotong Royong,” paparnya.
Diskusi yang diagendakan selama sepekan ini melibatkan seluruh tim penulis terdiri dari para dosen, akademisi, dan perwakilan ormas Islam dan unit eselon 1 di lingkungan Kemenag.
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan