Bonus Demografi, Sarbumusi Dorong Prabowo-Gibran Fokus pada Tenaga Kerja Muda
Sabtu, 12 Oktober 2024 | 07:00 WIB
Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin mendorong perhatian pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terhadap tenaga kerja muda seiring bonus demografi yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 2030.
Irham menekankan bahwa pengangguran di kalangan tenaga kerja muda di Indonesia, khususnya mereka yang berusia 24 tahun ke bawah, masih menjadi masalah serius di Indonesia, bahkan tertinggi di Asia.
“Pengentasan pengangguran tenaga kerja muda harus menjadi bagian integral dari penyiapan dan optimalisasi bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045,” ujarnya kepada NU Online, Jumat (11/10/2024).
Irham Ali menyoroti dua langkah kunci yang perlu diambil oleh pemerintah dalam lima tahun ke depan. Pertama, perbaikan mutu pendidikan, khususnya di tingkat menengah dan atas, yang akan menjadi sumber utama tenaga kerja. Pendidikan formal harus lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja agar lulusan siap bersaing.
"Karena kedua kategori jenjang pendidikan inilah yang akan menjadi pemasok utama tenaga kerja dan merekalah yang akan jadi penerus pasokan sumberdaya manusia bagi Indonesia 10-30 tahun ke depan," jelasnya.
Kedua, penguatan pendidikan vokasi dan peningkatan kecakapan kerja. Menurut World Economic Forum, hingga tahun 2026, diperkirakan akan ada 85 juta pekerjaan yang hilang, namun juga muncul 97 juta pekerjaan baru akibat kemajuan teknologi dan digitalisasi.
"Hal ini dikarenakan perubahan dunia kerja baru yang disebabkan oleh teknologi, digitalisasi, otomasi, dan AI. Perubahan-perubahan tersebut menuntut perubahan core skills pekerja hingga 50 persen," jelasnya.
Irham menegaskan, jika pemerintah baru tidak mengambil langkah proaktif, potensi bonus demografi Indonesia hingga 2045 bisa terancam tidak tercapai. Kini saatnya untuk mengambil tindakan nyata demi masa depan yang lebih cerah bagi tenaga kerja muda Indonesia.
"Saya khawatir kaum muda akan semakin susah memasuki dunia kerja dan akibatnya pengangguran tenaga kerja muda kita semakin tinggi. Dan apabila hal ini terjadi, maka potensi bonus demografi tidak akan kita panen secara optimal," terangnya.