Muhamad Abror
Kontributor
Jakarta, NU Online
Wakil Presiden Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (DPP K-Sarbumusi NU) Sukitman Sudjatmiko menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Kemnaker) Nomor 2 Tahun 2022 terkait pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) ketika peserta pensiun sudah mencapai usia 56 tahun sudah sesuai undang-undang.
“Kemnaker Nomor 2 Tahun 2022 itu sudah sesuai dengan undang-undang nomor 40 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 45 tahun 2015. Karena dalam PP nomor 45 tahun 2015 itu disebutkan bahwa pengambilan JHT itu (pada usia) 56 tahun,” jelas Sukitman saat dihubungi NU Online melalui saluran telepon, pada Ahad (13/2/2022).
Lebih lanjut, Sukitman mengungkapkan, peraturan ini merupakan upaya untuk mengembalikan filosofi JHT sebagaimana mestinya. Sebab, pada dasarnya kebijakan manfaat JHT akan dicairkan ketika peserta pensiun sudah mencapai usia 56 sebagaimana dijelaskan undang-undang dan peraturan presiden tadi. “Sarbumusi mendukung dan setuju terhadap pengembalian filosofi JHT,” ucap Sukitman.
Menurut Sukitman, kebijakan tersebut sebenarnya sudah ada sejak dulu, sampai kemudian ada tekanan dari buruh saat itu, terutama dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) untuk memberi kelonggaran terhadap pencairan JHT sehingga pencairannya tidak menunggu usia 56 tahun dulu.
“Nah, kalau misalkan (Peraturan) Kemnaker ini terbit, itu sudah sesuai dengan aturan hukum yang ada sebanarnya, karena Kemnaker ini juga mengikuti undang-undang,” lanjut Sukitman.
Tidak cederai kemanusiaan
Terkait adanya kekhawatiran beberapa pihak bahwa kebijakan pencairan dana JHT ini telah mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja di tengah masa pandemi Covid-19, Sukitman menanggapi bahwa semua itu tidak akan terjadi. Sebab, sudah ada program jaminan sosial pengganti jika suatu saat ada buruh terkena PHK di tengah jalan atau mengundurkan diri.
“Ada program pengganti ketika buruh terkena PHK di tengah jalan atau mengundurkan diri di tengah jalan, itu ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) plus Kompensasi Pesangon. Ketika umur buruh sudah 56, dia akan mendapat JHT. Artinya ada keberlangsungan pendapatan,” papar Sukitman.
Sukitman melanjutkan, Kompensasi Pesangon itu sesuai dengan kebijakan dalam Undang-Undang Nomor 13 dan Nomor 11 Tahun 2020. Kemudian, JKP yang diperoleh buruh tersebut berupa mendapatkan uang tunai selama enam bulan berturut-tutut. Selain itu buruh juga mendapatkan pelatihan kerja dan akses informasi kerja.
Ajukan judicial review
Kepada pihak-pihak yang tidak setuju dengan peraturan tersebut, Sukitman berpesan agar tidak memprotes kepada Kemnaker, akan tetapi ajukan judicial review atau uji peraturan undang-undang terkait kebijakan pencairan JHT tersebut. Sebab, posisi Kemnaker hanya menjalankan kebijakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
“Kalalu misalkan (dianggap) mencederai kemanusiaan, maka yang harus dilakukan adalah judicial review undang-undang tentang sistem jaminan sosial, jangan dihantam Kemnakernya, karena Ibu Menteri (Ida Fauziyah) sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada,” tegas Sukitman.
“Kepada temen-temen pekerja, kepada temen-temen serikat buruh, tolong cermati, jangan misalkan ketika ada aturan perundang-undangan yang menguntungkan, didorong salah atau benar,” tandas Sukitman.
Untuk diketahui, Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan salah satu jenis jaminan sosial yang diluncurkan pemerintah yang diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia sebagaimana dijelaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Selain JHT, berbagai jenis jaminan sosial lainnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun, Jaminan Kesehatan (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Kabarnya, bersamaan dengan pemberlakuan peraturan pencairan JHT di usia 56 pada 5 Mei 2022 mendatang, pemerintah juga meluncurkan program baru sebagai bantalan untuk mereka yang terPHK, yakni Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berupa uang tunai.
Selain itu ada juga pelatihan kerja dan akses informasi pasar kerja, sehingga diharapkan pekerja bisa survive dan memiliki peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan baru.
Ramai Penolakan
Sebelumnya diinformasikan bahwa sejumlah pihak ramai-ramai menolak pengunduran pencairan dana JHT, bahkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai peraturan tersebut sangat kejam bagi buruh karena jika semua buruh terkena PHK sebelum usia 56 tahun, ia harus menunggu hingga usianya sampai untuk pencairan JHT.
KSPI menilai aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, sebelumnya Jokowi sudah memerintahkan Menaker untuk membikin aturan agar JHT buruh yang terkena PHK bisa diambil oleh yang bersangkutan ke BPJS Ketenagakerjaan satu bulan setelah di-PHK.
Penolakan juga muncul dari masyarakat dengan menandatangani petisi online yang hingga pukul 16.00 sudah ditandatangani oleh lebih dari 150.000 orang dari target 200.000 tanda tangan. Petisi yang berjudul ‘Gara-Gara aturan baru ini, JHT tidak bisa cair sebelum 56 tahun’ banyak disebarkan di media sosial termasuk Whatsapp.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Syakir NF
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua