Cegah Perilaku Menyimpang, Kenali 5 Tahapan Perkembangan Seksual pada Anak
Kamis, 26 Januari 2023 | 09:00 WIB
Ilustrasi: Bimbingan orang tua diperlukan untuk berjalan normalnya perkembangan seksual anak. (Foto: Freepik)
Jakarta, NU Online
Maraknya kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak di bawah umur kian memperihatikan. Per Januari 2023 misalnya, beberapa kasus terkait seksualitas mencuat di pemberitaan. Mulai dari pelecehan seksual, hubungan pra nikah, hingga pemerkosaan.
Menyoroti fenomena tersebut, Psikolog Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Rakimin, menjelaskan perkembangan seksualitas pada anak idealnya normal. Namun, memungkinkan secara nyata ditemukan perilaku seksual yang tidak sesuai dengan usia perkembangan anak.
"Perilaku seksual anak yang abnormal dapat mensinyalir adanya permasalahan seksualitas anak. Maka, sebaiknya orang tua melakukan penggalian informasi dan memahami prilaku anaknya," jabar Rakimin kepada NU Online, Kamis (26/1/2023).
Rakimin melanjutkan, terdapat beberapa tahapan perkembangan seksualitas anak yang perlu dipahami orang tua yang terbagi menjadi 5 fase.
"Ada fase oral yakni usia 0-18 bulan, fase anal di usia 2-3 tahun, fase phallic di usia 4-6 tahun, fase latent pada usia 7 hingga masa puber, dan fase genital yakni pada saat masa puber di usia 11-18 tahun," jabar Rakimin.
Fase oral (0-18 bulan)
Rakimin menjelaskan, pada fase oral anak sudah peka dengan rangsangan di daerah sekitar mulut. Kelainan bakal terjadi apabila fase ini tidak berkembang dengan normal.
"Biasanya anak pada usia remaja akan menggigit kukunya atau tetap mengedot," jelasnya.
Fase anal (2-3 tahun)
Saat fase anal, Rakimin menyebut anak telah peka terhadap rangsangan yang berada di daerah sekitar anus. Di masa ini anak mulai merasa kepuasaan pada saat belajar toilet training.
"Apabila fase ini tidak berkembang dengan normal, maka beberapa orang lebih menyukai anal seks baik pada wanita maupun homoseksual," tuturnya.
Fase phallic (4-6 tahun)
Di fase ini, kata Rakimin, anak mulai mengenali perbedaan jenis kelamin. Anak mulai penasaran dan merasakan rangsangan pada alat kelaminnya. Orang tua hendaknya tidak menganggap perilaku ini sebagai aktivitas 'seksual' sebelum masa remaja.
"Apabila fase ini tidak berkembang dengan normal, maka seseorang akan merasakan trauma terhadap hal-hal yang berbau seksual," katanya.
Fase latent (7-11 tahun)
Pada fase latent, Rakimin menerangkan perilaku seksual anak untuk sementara tidak bekerja, sehingga pada fase ini perkembangan seksual anak seolah-olah tidak mempengaruhi perkembangan anak.
"Namun, pada fase ini perkembangan intelektual anak berkembang pesat," tuturnya.
Fase genital (11-18 tahun)
Pada saat fase genital, fungsi seksual anak sudah aktif. Selain itu dari segi fisik, tubuh anak sudah mengalami perubahan pesat. "Pada fase ini perkembangan anak dicirikan dengan mimpi basah (pada laki-laki) dan menstruasi (pada anak perempuan),” tutupnya.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Kendi Setiawan