Data Ketimpangan di Indonesia: Mulai Pendapatan, Gender, hingga Ekologis
Jumat, 4 Maret 2022 | 21:30 WIB
Jakarta, NU Online
International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) memaparkan data berbagai ketimpangan yang terjadi di Indonesia. Data tersebut diperoleh berdasarkan Laporan Ketimpangan Dunia atau World Inequality Report 2022. Ketimpangan yang disorot meliputi ketimpangan pendapatan, gender, dan ekologis.
Laporan Ketimpangan Dunia 2022 itu disusun oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Development Program (UNDP) bersama Lab Ketimpangan Dunia atau World Inequality Lab.
Ketimpangan pendapatan
Data menunjukkan, 50 persen populasi penduduk miskin di Indonesia hanya memiliki pendapatan Rp17,1 juta per tahun atau 1,4 juta per bulan, sedangkan 10 persen kelompok penduduk kaya memperoleh penghasilan rata-rata 19 kali pendapatan lebih banyak dari penduduk miskin yakni sekitar Rp331,6 juta per tahun atau Rp27,5 juta per bulan.
“Yang fantastis, 1 persen populasi kelompok penduduk super kaya di Indonesia memperoleh 73 kali lipat pendapatan lebih banyak dibanding penduduk miskin dengan pendapatan rata-rata yakni Rp1,2 miliar per tahun atau Rp105,1 juta per bulan,” papar Senior Program Officer SDGs INFID Bona Tua, dalam Media Briefing secara daring bertajuk ‘Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender, dan Ekologis’ pada Jumat (4/3/2022).
Indonesia juga mengalami ketimpangan pendapatan jangka panjang. Selama 100 tahun atau periode 1900-2021, 10 persen orang kaya teratas di Indonesia menguasai 40-50 persen dari total pendapatan nasional. Sementara pada rentang waktu yang sama, 50 persen masyarakat terbawah hanya menguasai 12-18 persen dari total pendapatan nasional.
Ketimpangan gender
Laporan Ketimpangan Dunia 2022 menunjukkan data bahwa sejak 1990 atau selama 30 tahun belakangan, ketimpangan pendapatan berbasis gender di Indonesia tidak berubah. Total pendapatan tenaga kerja diperoleh perempuan Indonesia pada 2020 mendekati angka 25 persen.
Tingkat ketimpangan itu sedikit lebih tinggi dari rata-rata negara di Asia yaitu 21 persen, tetapi tidak termasuk Tiongkok. Sementara pembagian pendapatan tenaga kerja perempuan di Indonesia lebih rendah daripada Jepang (28 persen) dan Korea (32 persen). Namun, secara signifikan lebih tinggi dari India (18 persen).
Ketimpangan ekologis
Bona mengatakan, ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di Indonesia itu perlu dialamatkan kepada negara, serta penting juga untuk dialamatkan langsung kepada penduduk super kaya. Terkait ketimpangan ekologis ini, kata Bona, emisi karbon di Indonesia relatif rendah. Rata-rata seorang individu memancarkan 3,3 ton gas rumah kaca per tahun.
Laporan tersebut menunjukkan data bahwa populasi penduduk 50 persen terbawah di Indonesia memancarkan 1,4 tCO2e per kapita. Sementara 10 persen populasi penduduk kaya teratas memancarkan 11,8 tCO2e per kapita dan 1 persen penduduk super kaya berkontribusi atas 42,2 tCO2e per kapita.
Rekomendasi-rekomendasi
Atas dasar laporan itu, INFID secara resmi menerbitkan rekomendasi yang dialamatkan kepada pemerintah Indonesia. Pertama, pemerintah perlu melakukan uji coba Universal Basic Income khusus kepada perempuan berusia 18-55 tahun untuk menjadi sistem jaminan sosial baru tunai per bulan.
Kedua, INFID memandang bahwa pemerintah perlu memberikan alokasi 50 persen beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) kepada calon penerima beasiswa perempuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas perempuan.
Ketiga, pemerintah perlu memberlakukan kuota 30 persen dalam jabatan tinggi atau direksi di perusahaan swasta dan BUMN yang terdaftar terbuka di Bursa Efek Indonesia, sebagai upaya meningkatkan akses perempuan atas pekerjaan dan upah yang layak.
Keempat, Presiden Jokowi perlu mewajibkan penyediaan Day Care (tempat penitipan anak) ramah anak di perusahaan dan kantor pemerintah, melalui Instruksi Presiden (Inpres) atau Keputusan Presiden (Keppres) untuk menyediakan lingkungan yang ramah, khususnya bagi para pekerja perempuan.
Kelima, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syakir NF