Nasional

Dibahas di Munas, RUU Minol Harus Mengacu Kemaslahatan

Jumat, 24 September 2021 | 15:00 WIB

Dibahas di Munas, RUU Minol Harus Mengacu Kemaslahatan

Rais Syuriyah PBNU, KH Ahmad Ishomuddin, dalam sebuah kesempatan bersama KH Ma'ruf Amin, Rais Aam PBNU saat itu. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Salah satu isu krusial yang dibahas di arena Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021, adalah Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol). Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Ishomuddin, mengatakan bahwa RUU Minol harus mengacu kepada kemaslahatan.


“Sesungguhnya menolak bahaya yang rajih dan jelas-jelas berbahaya itu harus didahulukan daripada mewujudkan kebaikan ‘alal mashalih al-marjuhah yang lebih kecil, tidak banyak, dan tidak kuat,” katanya dalam acara Bahtsul Masail Pra Munas: RUU Larangan Minuman Beralkohol, Jumat (24/9/2021).


Oleh karena itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) yang sudah mangkrak selama 2 periode kepemimpinan DPR dapat segera dirampungkan. 


“PBNU dalam hal ini meminta kepada DPR untuk tidak hanya sibuk memperdebatkan judulnya saja yang sudah dua tahun tidak selesai,” tutur Kiai Ishom.


Karena, kata dia, selain aspirasi yang selama ini digaungkan ormas-ormas keagamaan. Dia juga menilai bahwa DPR RI mempunyai andil dalam mewakili suara umat Islam dan warga negara lainnya atas kemudaratan hal tersebut.


“Jadi, anggota DPR RI juga mewakili umat Islam mengusulkan satu aspirasi untuk melindungi semua bukan hanya umat Islam tetapi juga melindungi non Muslim sebagai warga negara Indonesia untuk tidak melakukan suatu perbuatan yang membahayakan mereka sendiri,” jelasnya.


Perlindungan yang dimaksudkan sudah jelas tertuang dalam prinsip keagamaan, yang di dalamnya terdapat lima bentuk maqashid syari’ah atau biasa disebut kulliyat al-khamsah (lima prinsip umum). Kelima maqashid tersebut, yaitu: hifdzuddin (melindungi agama), hifdzunnafs (melindungi jiwa), hifdzul 'aql (melindungi pikiran), hifdzul maal (melindungi harta), dan hifdzunnasl (melindungi keturunan).


Hal itu, menurut Kiai Ishom, ditegaskan pula dalam sisi medis bahwa alkohol tidak untuk dikonsumsi karena berpotensi membawa banyak kemudaratan.


“Nah, dari sisi kedokteran alkohol itu tidak untuk dikonsumsi, diminum, atau untuk mabuk-mabukan. Sehingga orang yang sudah mabuk-mabukan itu tentu saja sulit bisa dipercaya menjaga 5 hal tadi,” ucap kiai kelahiran Lampung itu.


Mengutip laman resmi dpr.go.id, Badan Legislatif (Baleg) hingga kini masih menyusun draf RUU Minol yang ditargetkan selesai pada akhir 2021. Tertulis dalam keterangan, terdapat 14 materi muatan di dalamnya, yakni 1) definisi minuman beralkohol; 2) jenis, golongan, dan kadar minuman beralkohol; 3) pendirian industri, produksi, perizinan, dan mekanisme produksi serta perdagangan atau peredaran minuman beralkohol;


Kemudian, 4) pembatasan impor minuman beralkohol; 5) dukungan pengembangan minol tradisional/lokal; 6) distribusi dan perdagangan minuman beralkohol; 7) cukai dan pajak minuman beralkohol; 8) pengawasan dan penanganan atas dampak yang ditimbulkan oleh minol;


Lalu, 9) batasan usia dan tempat yang dilarang atau dibolehkan untuk peredaran dan konsumsi minol; 10) tugas, kewenangan, dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah; 11) larangan dan sanksi; 12) partisipasi masyarakat; 13) ketentuan pidana; dan 14) ketentuan penutup.


Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Musthofa Asrori