Nasional

Ekonomi Masyarakat Diprediksi Semakin Terpukul Jika PPN Naik 12%

Selasa, 3 Desember 2024 | 13:00 WIB

Ekonomi Masyarakat Diprediksi Semakin Terpukul Jika PPN Naik 12%

Pakar Ekonomi Politik UI, Abdillah Ahsan. (Foto: ldfebui.org)

Jakarta, NU Online

Wacana Pemerintah Menaikkan tarif PPN 12% diperkirakan akan berdampak pada peningkatan sektor ekonomi yakni naiknya harga sejumlah barang dan jasa. Sektor-sektor seperti hiburan, kuliner, kosmetik, dan otomotif kemungkinan besar akan mengalami kenaikan harga. Misalnya, harga tiket konser, produk perawatan kulit, harga jual makanan kebutuhan pokok, dan kendaraan bermotor diprediksi akan naik seiring dengan kenaikan PPN 12% yang direncanakan pemerintah berlaku mulai 1 Januari 2025. 


"Mengenai rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN dari 11% ke 12% ini saat yang tidak tepat, karena perekonomian sedang tidak baik-baik saja," kata Pakar Ekonomi Politik UI Abdillah Ahsan kepada NU Online, Selasa pekan lalu. 


Ia mengatakan, hampir 10 juta masyarakat kelas menengah jatuh miskin dalam 20 tahun terakhir akibat dihantam Covid-19 yang berdampak langsung terhadap ekonomi. Menurutnya, pemerintah perlu menunda kenaikan PPN 12% dalam jangka waktu 1 tahun ke depan. 


"Tentu saja itu tidak bijaksana jika PPN dinaikkan sekarang, akan lebih baik pemerintah menunda 1 tahun kedepan," jelas Abdillah Ahsan.


Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah UI itu menjelaskan, jika pemerintah menaikkan PPN, keadaan ekonomi masyarakat akan semakin terpukul karena tarif PPN akan membuat pengeluaran mendasar seperti makanan, sandang, pangan, dan papan semakin meningkat.


Ia menilai, belum lagi jika melihat banyak pekerja yang di-PHK setelah Covid-19, deindustrialisasi terjadi, ditambah lagi jika pajak naik tentu akan mengurangi pendapatan yang bisa dibelanjakan.


"Sudah pendapatan rendah, dikenakan pajak tinggi," tegas Abdillah.


Ia menyarankan, pemerintah seharusnya bisa mencari alternatif lain untuk meningkatkan penerimaan negara. Menurutnya pemerintah bisa menggali sumber lain, seperti menaikkan harga cukai rokok, menaikkan pajak terhadap minuman manis yang bisa mengakibatkan diabetes.


"Bisa juga misal bensin. Bisa juga menaikkan pajak dari sektor tambang ilegal yang merugikan dan merusak, bukan menaikkan pajak dari barang konsumsi," kata Abdillah.


Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen akan tetap dilaksanakan tahun depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang menyatakan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen akan diterapkan mulai 1 Januari 2025. 


"Jadi kami di sini sudah dibahas dengan Bapak Ibu sekalian (Komisi XI), sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan," ujarnya saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (12/11/2024).


Sri Mulyani menekankan agar penerapan kenaikan tarif PPN ini dibarengi dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat supaya memahami alasan tarif PPN dinaikkan. Dia menjelaskan, kenaikan tarif PPN bukan kebijakan yang diputuskan tanpa pertimbangan. Kenaikan PPN diperlukan untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 


"Tapi penerapannya dengan penjelasan yang baik dan jelas sehingga kita tetap bisa. Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya. Namun, pada saat yang lain, APBN itu harus berfungsi dan mampu merespons dalam episode global financial crisis," ucapnya.