Nasional

Filsuf: AI Tak Bisa Gantikan Manusia Berpikir karena Belum Punya Pertimbangan Moral

Ahad, 23 November 2025 | 15:00 WIB

Filsuf: AI Tak Bisa Gantikan Manusia Berpikir karena Belum Punya Pertimbangan Moral

Karlina Supelli dalam Diskusi Berpikir Bersama Hannah Arendt di Gedung CCM, Jalan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/11/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)

Jakarta, NU Online

Filsuf Karlina Supelli menegaskan bahwa kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) tidak dapat menggantikan kemampuan manusia dalam berpikir karena teknologi tersebut belum memiliki pertimbangan moral dan nilai.


Menurutnya, akal budi manusia tetap menjadi unsur yang tidak dapat digantikan oleh perkembangan teknologi apa pun.


“Teknologi itu selalu adalah alat bantu kita. Saya tidak melarang mahasiswa minta bantuan AI, tapi bukan untuk menulis paper. AI hanya untuk jadi research assistant, untuk mencari,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Berpikir Bersama Hannah Arendt di Gedung CCM, Jalan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/11/2025).


Karlina menekankan bahwa kemampuan berpikir manusia melampaui sekadar pemrosesan data. Teknologi, termasuk AI, belum mampu memasuki wilayah pertimbangan moral dan etika.


“AI itu belum bisa menggantikan manusia berpikir. Dia belum punya pertimbangan moral, belum punya pertimbangan nilai. Dia hanya mengambil dari dunia maya, lalu mengolahnya,” tegasnya.


Ia menambahkan bahwa hingga saat ini teknologi hanya mampu bekerja dalam pola algoritmik, deduktif, maupun induktif, tetapi tidak dapat menjangkau aspek-aspek kebijaksanaan manusia.


“Sampai saat ini, teknologi belum bisa menggantikan akal budi manusia. Dia bisa ber-algoritma, bisa deduksi-induksi, tapi tidak bisa berpikir memakai pertimbangan budi. Manusia lebih canggih di situ,” tambahnya.


Dalam kesempatan itu, Karlina juga membagikan pengalamannya ketika menguji respons ChatGPT. Ia sengaja memberi kalimat salah ketik dan memarahi AI tersebut untuk melihat reaksinya.


“Saya bilang, ‘Kamu ini seenaknya.’ Lalu dia menjawab, ‘Maaf, saya kurang cermat, mari saya perbaiki.’ Sejak itu saya bilang, saya tidak bisa percaya,” ujarnya.


Ia mendorong mendorong para pendidik untuk memahami cara kerja AI agar dapat memberikan arahan yang tepat kepada mahasiswa.


“Kita perlu tahu mahasiswa akses ke mana saja. Kalau kita tidak pernah tahu ChatGPT bisa memberi apa, sejauh mana AI bisa membantu, lalu kita larang mahasiswa, kan tidak bisa. Jadi dosen tidak boleh kalah canggih dengan mahasiswa,” kata Dosen Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara itu.


Selain membahas pemanfaatan teknologi, Karlina turut menguraikan pemikiran Hannah Arendt tentang proses berpikir manusia. Arendt, jelasnya, memandang berpikir sebagai aktivitas paling tersembunyi dalam diri seseorang.


“Berpikir merupakan kegiatan yang paling tersembunyi. Saya tidak bisa tahu apa yang Anda sedang pikirkan, dan Anda tidak bisa tahu apa yang saya pikirkan,” ujarnya.


Karlina menjelaskan bahwa Arendt mengaitkan aktivitas berpikir dengan ranah politik. Menurut Arendt, masalah seseorang bukan terletak pada ketidakmampuan berpikir, tetapi ketidakmauan untuk berpikir, yang ia sebut sebagai tuna pikir.


Dalam The Life of the Mind, Arendt menelusuri tiga kapasitas akal budi, dan bagian pertamanya membahas hakikat berpikir. Sementara dalam The Human Condition, Arendt mempertanyakan apa yang sebenarnya manusia lakukan dan mengajak pembaca meninjau ulang tindakan sehari-hari.


“Arendt memulai tentang kehidupan akal budi dengan menelusuri tradisi filsafat Barat yang mencoba memahami proses berpikir. Dan dia dapati bahwa berpikir itu adalah dialog sunyi aku dengan diriku,” jelas Karlina.


Ketika seseorang berpikir, lanjutnya, ia menarik diri dari hiruk-pikuk kehidupan dan bercakap dengan dirinya sendiri, membelah diri menjadi dua: diri yang bertanya dan diri yang mengamati.


“Tradisi menarik diri dari dunia untuk berpikir ini, menurut Arendt, membentuk cara filsafat Barat melihat dunia penampakan. Berpikir membutuhkan ruang hening dan jarak dari hiruk-pikuk kehidupan, sehingga dunia pikiran sering dianggap lebih luhur daripada dunia tindakan,” katanya.