Masyarakat diancam dengan berbagai hal jika tidak divaksin akan mendapati berbagai kesulitan. Hal ini, menurutnya, justru semakin membuat masyarakat enggan, alih-alih mengikuti.
Jakarta, NU Online
Vaksinasi sampai saat ini baru menyentuh angka 48 juta (23,12 persen) dan 21 juta (10,32 persen) untuk tahap kedua. Namun, hal tersebut masih cukup jauh dari target sasaran 208 juta orang. Hal ini menunjukkan perlunya strategi inovatif yang dapat meyakinkan masyarakat agar mau mengikuti vaksin.
Abra Talattov, Ekonom Indef, menyampaikan hal tersebut saat Talkshow TVNU dengan tema “PPKM Diperpanjang. Ini Gimana Sih?” pada Selasa (3/8).
Ia menjelaskan bahwa ada dua opsi, yakni menggunakan kebijakan disinsentif atau insentif. Masyarakat diancam dengan berbagai hal jika tidak divaksin akan mendapati berbagai kesulitan. Hal ini, menurutnya, justru semakin membuat masyarakat enggan, alih-alih mengikuti. “Semakin diancam, semakin resisten bukannya luluh,” katanya.
Sebaliknya, jika dengan memberikan insentif untuk divaksin, misalnya dengan pemberian sembako, orang justru akan tertarik. “Masyarakat Indonesia lebih menerima vaksin dengan sembako,” katanya.
Di negara lain, ada yang dengan cara memberikan voucher dari pihak swasta. Di Thailand, masyarakat di pedesaan diberikan insentif sapi. Ia membayangkan adanya doorprize umroh dan haji dalam suatu program vaksinasi. “Masyarakat lebih menerima itu,” katanya.
Hal ini juga, menurutnya, perlu didukung swasta dan CSR juga. “Alih-alih disinsentif, yang harus didengungkan itu positif insentif,” ujar Abra.
Ia juga menekankan agar bangsa Indonesia dapat terlihat kompak di mata internasional. Pasalnya, banyak orang luar negeri yang melihatnya tidak kompak sehingga berdampak pada pandangan negatif terhadap negeri ini. Beberapa pekan lalu, Arab Saudi sampai memulangkan warganya dari Indonesia dan mengancam masyarakatnya yang bepergian ke Indonesia.
Oleh karena itu, Abra juga meyakinkan pemerintah untuk dapat bisa bekerja sama dengan Nahdlatul Ulama. Modal sosialnya yang sangat kuat bisa dimanfaatkan untuk menjalin hal tersebut.
“Kartanu bisa membantu untuk mendata penerima bantuan dan vaksinasi. Basis modal sosial di NU terhadap keanggotaannya yang banyak bisa dimanfaatkan pemerintah untuk berkolaborasi,” ujarnya.
Sementara itu, Jubir Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menegaskan bahwa target 208 juta orang dengan total dosis Covid-19 mencapai 418 juta membutuhkan waktu yang cukup. Ia menuturkan bahwa Indonesia akan terus menerima vaksin dari beberapa negara sampai Desember 2021 mendatang secara bertahap.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa animo masyarakat untuk melakukan vaksinasi cukup besar. Sebab, pemerintah berusaha menyampaikan bersama dengan para ahli dan organisasi profesi terkait keamanannya.
Ia juga mengakui bahwa NU mendorong banyak sekali masyarakat untuk melakukan vaksinasi. Bahkan, beberapa program vaksinasi ditempatkan di pesantren dan kantong-kantong Nahdliyin. Para kiai juga menerima vaksin Astrazeneca yang sempat menjadi polemik di awal program vakasinasinya.
“Kami merasa bahwa dukungan NU cukup besar,” ujarnya.
Namun, ia juga menyampaikan bahwa ada hal yang memengaruhi keengganan divaksin, yakni banyaknya misinformasi dan disinformasi. Ia mengaku membutuhkan waktu agar klarifikasi yang disampaikannya sampai ke masyarakat di pelosok-pelosok desa.
“Kalau bicara sampai kampung pasti lebih terlambat. Kalau kita sudah klarifikasi, di ujung, beritanya masih belum sampai. Memang edukasi dan sosialisasi masif ini terus kita sampaikan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Nadia mengharapkan betul bantuan Nahdliyin untuk turut serta menumbuhkan optimisme masyarakat dalam mengatasi problem-problem akibat pandemi Covid-19 ini, khususnya keteladanan dalam menerapkan protokol kesehatan.
“Dengan adanya vaksinasi kita bisa menekan laju penularan. Kita berterima kasih dengan antusiasme masyarakat. Tidak diduga antusiasme masyarakat. Tetapi yang menjadi kunci, setelah divaksin tetap protokol kesehatan. Kami mohon dukungan bantuan masyarakat Nahdliyin berkolaborasi menyelesaikan pandemi ini,” pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad