Nasional

Guru Besar UI Sebut Sains Bertanggung Jawab atas Humanitarian

Selasa, 15 Oktober 2024 | 11:00 WIB

Guru Besar UI Sebut Sains Bertanggung Jawab atas Humanitarian

Guru Besar Universitas Indonesia Ahmad Syafiq saat memaparkan materi tentang "Perspektif Perkembangan Sciences" dalam Seminar Pendahuluan Konferensi Internasional, di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, pada Senin (14/10/2024). (Foto: NU Online/Afrilia Tristara)

Medan, NU Online

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Prof Ahmad Syafiq mengakatan bahwa salah satu indikator lingkungan sains yang baik adalah tanggung jawab sains terhadap cita-cita martabat kemanusiaan, kemajuan, keadilan, perdamaian, kesejahteraan umat manusia dan respek terhadap lingkungan.


"Oleh karenanya, sains dan kemanusiaan atau humanitarian itu tidak bisa terlepas satu sama lain," katanya saat memaparkan materi tentang "Perspektif Perkembangan Sciences" dalam Seminar Pendahuluan Konferensi Internasional, di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, pada Senin (14/10/2024).
 

Ia menyatakan bahwa hasil dari sains harus melalui uji etik yang harus digunakan untuk kemanusiaan dan kesejahteraan manusia. 


"Jika hasil dari sains menghancurkan kemanusiaan, maka yang salah bukan temuannya, namun ekosistem dan environmentnya yang keliru," ujarnya.


Indikator mengenai etik, kata Prof Syafiq, harus terus diperhatikan, karena memang ada resiko terjadinya penyalahgunaan etik akibat temuan sains dan teknologi. 


Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa nilai serta kegunaaan sains dan teknologi adalah untuk mengatasi tantangan global. Menurutnya, masyarakat juga harus turut terlibat dalam sains dan riset, yakni melalui identifikasi kebutuhan pengetahuan, pelaksanaan riset saintifik dan pemanfaatannya.


"Nah, hasil dari penelitian-penelitian itu jangan dikurung dalam perpustakaan saja, namun juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat," ujar Pengurus Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU) itu.


Adapun pembiayaan publik bagi riset dan pengembangan juga sebagai salah satu bentuk investasi publik yang hasilnya bersifat jangka panjang dan melayani kepentingan publik. Namun, ia menyayangkan investasi sains di Indonesia terbilang masih rendah dan tertinggal.


"Tahun 2018, investasi sains Indonesia hanya 0,23 persen, artinya masih perlu investasi lebih besar di dunia sains dan riset," ujar Prof Syafiq.


Syafiq menyatakan bahwa mudahnya masyarakat percaya pada hoaks salah satunya disebabkan literasi saintifiknya masih rendah. Baginya, tingginya literasi saintifik dapat memerangi "infodemik", hoaks dan disinformasi. Ia berharap investasi sains di Indonesia akan lebih ditingkatkan.


Dalam pemaparan materinya, ia menyebutkan sepuluh indikator lingkungan sains perspektif UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), yakni sebagai berikut.

 
  1. Tanggung jawab sains terhadap cita-cita martabat kemanusiaan, kemajuan, keadilan, perdamaian, kesejahteraan umat manusia dan respek terhadap lingkungan.
  2. Keharusan sains untuk berinteraksi secara bermakna dengan masyarakat dan juga sebaliknya. 
  3. Peran sains dalam kebijakan nasional dan pengambilan keputusan, kerjasama internasional, dan pembangunan.
  4. Promosi sains sebagai common good.
  5. Kondisi kerja dan akses terhadap pendidikan dan pekerjaan dalam bidang sains yang inklusif dan non-diskriminatif.
  6. Setiap kegiatan saintifik harus memenuhi standar HAM universal.
  7. Keseimbangan antara kebebasan, hak dan tanggungjawab periset perlu dijaga. 
  8. Integritas saintifik dan kode etik sains dan riset dan aplikasi teknisnya harus dijaga.
  9. Kapital manusia bagi sistem sains yang kuat dan bertanggungjawab adalah vital. 
  10. Negara perlu menyiapkan lingkungan sains dan riset yang memungkinkan berkembangnya sains dan riset.