Tangkap layar Pengasuh Pesantren Walisongo Sragen KH Ma'ruf Islamudin menceritakan pengalamannya bersama Gus Dur pad haul ke-11, Rabu (30/12).
Sragen, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Walisongo Sragen, Jawa Tengah, KH Ma'ruf Islamudin mengisahkan pengalaman menarik selama perjumpaanya dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pertama kali ia bertemu dengan Gus Dur sewaktu sama-sama diundang sebagai pembicara dalam acara akhirusanah di Pondok Pesantren Darussalam Wai Jepara, Lampung Timur, pada tahun 2002 silam.
Pada kesempatan itu Kiai Ma'ruf, sapaan akrabnya, memberanikan diri memohon agar Gus Dur mengisi pengajian di Pondok Pesantren Walisongo asuhanya. "Saya sempatkan matur kepada beliau untuk bisa hadir pada haflah akhirusanah Pondok Pesantren Walisongo Sragen, karena sepuluh hari yang akan datang itu Pondok Pesantren Walisongo juga akan akhirusanah," kata Kiai Ma'ruf dalam tayangan Haul ke-11 Gus Dur.
Secara kebetulan kala itu jadwal Gus Dur kosong dan Gus Dur pun bersedia. Kemudian dari sinilah benih kedekatan Kiai Ma’aruf dengan Gus Dur tersemai.
Kiai Ma’ruf termasuk salah satu generasi kiai yang mengawali dakwah dengan cara menggunakan alat musik rebana dan vokal wanita pada tahun 1997-2002. Di sisi lain metode dakwah dengan grup rebananya ini mengalami pro-kontra di kalangan masyarakat. Ada yang mengatakan musik itu haram lah, menganggap suara wanita haramlah, dan sebagainya.
Kemudian Kiai Ma’ruf mendapat angin segar ketika kerawuhan Gus Dur di pondok pesantren asuhannya. Kiai Ma’ruf menceritakan, sebenarnya ia ingin mengadukan apa yang dialaminya kepada Gus Dur, tapi ia mengurungkan niatnya.
"Saya tidak matur (bicara) tentang itu (metode dakwahnya yang pro-kontra). Tapi saya yakin beliau tahu," kata Kiai Ma'ruf.
Gayung pun bersambut, ketika Gus Dur ceramah langsung menerangkan sejarah Walisongo yang dakwah melalui metode seni budaya, Kiai Ma’ruf pun gembira dengan tausiyah Gus Dur.
"Nyatanya tausiyah pertama itu beliau menceritakan sejarah masuknya islam Ii Pulau Jawa, ceritakan begini intinya, 'Ya kalau Sunan Kalijogo biasa tho ke mana-mana bawa wayang, ya kalau Kiai Ma'ruf ke mana-mana ya bawa organ, yang penting organnya jangan dibawa masuk ke masjid aja gitu," tutur Kiai Ma’ruf menirukan pesan Gus Dur.
Kiai Ma’ruf Islamuddin sendiri masyhur sebagai pendakwah yang menyelingi tausiyah dengan Grup Rebana Walisongo asuhanya. Melalui grup itu, ia membawakan lagu yang sedang trending dengan mengubah liriknya dengan pesan-pesan islami. Bahkan pada zaman 2000-an sebelum ramai platform media sosial, DVD/VCD Rebana asuhan Kiai Ma’ruf menjadi primadona di kalangan masyarakat.
Selesai Gus Dur tausiyah dan ketika akan pulang, kata Kiai Ma'ruf, Kiai Ma’ruf memberanikan diri lagi untuk memberi VCD tim rebananya kepada Gus Dur sebagai kenang-kenangan. Hal itu dilakukan pula untuk mengetahui Gus Dur cocok dengan rebananya atau tidak.
"Beliau saya titipi itu (VCD rebana). Niat saya itu Gus Dur cocok tidak ya?" kata Ketua PCNU Sragen ini.
Ternyata tahun berikutnya di acara yang sama, Gus Dur rawuh dan memberikan tausiyah lagi. Ternyata Gus Dur suka dengan VCD kenang-kenangan Kiai Ma’ruf, bahkan Gus Dur merasa pemberian VCD kurang banyak.
"Tahun berikutnya begitu Gus Dur rawuh ngendiko begini 'Pak Kiai Ma’ruf kalau nitipi kaset yang banyak lho,' kata Gus Dur. Buat apa Gus? 'Buat rebutan cucu saya,' jawab Gus Dur," cerita Kiai Ma'ruf lagi.
Mengetahui Gus Dur cocok dan suka dengan rebana asuhanya, Kiai ma’ruf tambah yakin dan mantap dan untuk dakwah dengan tim rebananya.
"Saya senengnya lagu ilir-ilir, Yi sama Islam KTP, Yi," tutur Kiai Ma’ruf menirukan ucapan Gus Dur.
Malam itu, bersama grup rebananya, ia pun membawakan lagu Ilir-ilir dan Islam KTP.
Kontributor: Ahmad Nahrowi
Editor: Kendi Setiawan