Gus Muwafiq: Indonesia Memang Bersatu, yang Berpisah Dapat Perlawanan
Rabu, 9 Oktober 2019 | 11:30 WIB
Gus Muwafik (pakaian putih) saat menyampaikan orasinya di Seminar Persatuan di IAIN Jember. (Foto: NU Online/Aryudi AR)
Jember, NU Online
KH Ahmad Muwafiq menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah wujud dari sekian perbedaan yang sangat banyak, dan akhirnya menjadi satu yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebersatuan itu merupakan prestasi yang mungkin tidak semua bangsa bisa mewujudkannya. Ini bisa dilihat misalnya Arab yang notabene satu bangsa namun kenyataannya terpisah-pisah menjadi puluhan negara.
“Eropa satu bangsa tapi pada kenyataanya harus pisah mejadi puluhan negara. Tapi Indonesia adalah puluhan bangsa tapi mampu bersatu dalam satu negara kesatuan Republik Indonesia,” ucapnya saat menjadi narasumber dalam Seminar Persatuan di gedung Kuliah Tepadu IAIN Jember, Jawa Timur, Selasa (8/10).
Menurut Gus Muwafiq, sapaan akrabnya, kebersatuan Indonesia mungkin sesuatu yang bisa dianggap sederhana. Persatuan di Indonesia sesungguhnya adalah sebuah slogan yang tidak baru. Bahkan slogan itu sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Yaitu Bineka Tunggal Ika. Artinya, lanjut Gus Muwafiq, perbedaan itu bukan barang baru tapi sudah lama mencuat, dan Indonesia telah menyelesaikannya dengan cara bersatu.
“Makanya jika ada orang yang coba-coba mandiri (memisahkan diri), otomatis akan mendapatkan perlawanan dari bangsa Indonesia secara langsung, karena bangsa ini dari dulu bersatu,” terangnya.
Kecenderungan bangsa Indonesia untuk terus bersatu juga bisa ditelusuri lewat istilah-istilah atau sebutan untuk gelar seseorang. Ia mencontohkan dirinya, seandainya berada di Makkah, mungkin sebutannya banyak, misalnya syekh al-allamah al-fadhil al-karim dan seterusnya, tapi di Indonesia hanya satu kata, yaitu kiai.
“Jadi panggilan saya, kiai, begitu aja. Betapa sederhananya. Sekian banyak istilah tapi bisa disederhanakan,” ungkapnya.
Katanya, Indonesia adalah negara yang yang unik. Begitu banyak perbedaan tapi bisa bersatu. Simbol persatuan itu tidak hanya terjadi dalam adat dan istiadat, tapi dalam hal yang terkait dengan kebutuhan sehari-hari juga terjadi simbol persatuan.
“Jadi orang Indonesia selalu punya sistem untuk besatu. Dalam teori sosiologi dan antropologi, kita memang punya kecenderungan bersatu,” tegasnya.
Seminar yang diselenggarakan oleh Gerakan Nusantara Bangkit itu mengusung tema Damai di Hati Damai di Jiwa Merajut Kebersamaan serta Merajut Kesatuan NKRI. Selain Gus Muwafiq, Menachen Ali juga hadir sebagai narasumber.
Dalam kesempatan tersebut, juga hadir antara lain Rektor IAIN Jember, H Babun Suharto, Wakil Bupati Jember, KH Abdul Muqit Ariv, Pengasuh Pesantren Tempurejo, KH Abdul Azis dan ratusan undangan yang memenuhi gedung.
Pewarta: Aryudi AR
Editor : Ibnu Nawawi