Gus Yahya: Dimensi Rohani Jadi Distingsi Keunggulan Sistem Pendidikan Nahdlatul Ulama
Senin, 20 November 2023 | 22:30 WIB
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat memberikan arahan dan membuka Rakernas LP Ma'arif di Jakarta, Senin (20/11/2023). (Foto: Dokumentasi LP Ma'arif NU PBNU)
Jakarta, NU Online
Pendidikan bukan hanya masalah kognitif, mengasah kapasitas intelektual, ataupun transfer pengetahuan. Namun, lebih dari itu, pendidikan pada saat yang sama merupakan ikhtiar untuk membangun kapasitas rohani.
Hal demikian disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Tsaquf saat memberi arahan dan membuka kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU) pada Senin (20/11/2023).
"Oleh karena itu, saya juga ingin melihat di lingkungan LP Maarif NU ini dikembangkan model pendidikan yang secara integral memasukkan komponen pengembangan kapasitas rohani bagi anak-anak," pesannya.
"Dan ini eksistensial sekali jangan sampai dilupakan karena ini eksistensial sekali," lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
Gus Yahya, sapaan akrabnya, memaparkan bahwa lembaga ini dinamai LP Ma'arif NU dengan asal kata 'arofa yang berarti mengenal. Nama lembaga ini juga mengarah pada ma'rifatullah. Karenanya, pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik dari berbagai macam komponen pendidikan yang diberikan harus berhulu dan bermuara kepada ma'rifatullah.
"Saya tekankan dengan tandas supaya anak-anak yang dididik di NU ada bedanya dengan anak-anak yang dididik di lembaga lain," tegasnya.
Sistem pendidikan ini juga akan menentukan wajah NU di masa depan. Suplai kader NU harus paling banyak datang dari lembaga pendidikan NU. Sebab, untuk mengelola dan memimpin kapasitas-kapasitas intelektual, keterampilan, manajemen politik itu tidak cukup dengan kapasitas intelektual saja, tapi harus dibekali dengan kapasitas rohani.
Menurutnya, mengelola lembaga pendidikan harus terkandung strategi yang valid dan efektif, karena akan memiliki dampak yang luas dan panjang. LP Ma'arif harus punya desain yang valid tentang sistem nasional itu sendiri. Desain dan rancang bangunnya harus saling valid, tidak asal-asalan, bisa dipertanggungjawabkan dan desain yang dibutuhkan sesuai dengan realitas, karakteristik, dan dinamika yang berkembang di sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah yang ada di lingkungan NU.
"Ini memang pekerjaan yang tidak sederhana, diperlukan data, diperlukan analisis yang akurat dan diperlukan untuk membangun satu rekomendasi desain yang valid tersebut," ujarnya.
JIka sudah punya desain yang dibutuhkan, kemudian adalah strategi untuk mewujudkannya karena ini tentu tidak bisa dilakukan seperti membalikkan tangan tidak bisa diselesaikan dalam semalam tapi memerlukan satu strategi yang mungkin berjangka panjang.
"Saya ingin melihat bahwa LP Ma'arif NU punya strategi seperti itu, yakni bagaimana membangun sistem pendidikan nasional Nahdlatul Ulama," kata kiai kelahiran Rembang, Jawa Tengah 57 tahun yang lalu itu.
Ketum mengingatkan bahwa ada satu fenomena yang sekarang semakin kuat, yaitu masa depan datang menghampiri dengan cepat sekali. Masa depan itu menghampiri dengan akselerasi yang luar biasa. "Oleh karena itu, kita harus membawa fenomena akselerasi perubahan ini ke dalam dunia pendidikan yang kita kelola," tegas Ketum.
"Karena tanggung jawab kita kepada anak didik adalah mempersiapkan mereka untuk menghadapi hidup nantinya," tambahnya.
Penyelenggaraan pendidikan, tidak boleh stagnan dan hanya berhenti pada satu model atau pola saja. Namun, menurutnya, harus sungguh-sungguh mampu menyediakan pendidikan yang bisa mempersiapkan anak didik agar bisa menghadapi masa depan yang begitu cepat datangnya.
Pola ini jika diimplementasikan ke dalam model penyelenggaraan pendidikan di NU, maka tidak cukup hanya pemahaman kognitif atau intelektual terhadap dinamika percepatan perubahan itu juga, tetapi juga harus diimbangi dengan mentalitas sebagai pendidik. Sebab, nasib anak-anak didik dari generasi baru harus dipersiapkan untuk menghadapi masa depan yang lebih kokoh dan lebih kuat.
LP Ma'arif NU harus berbenah diri untuk menyambut kebutuhan-kebutuhan masa depan sehingga bisa berjalan seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya, termasuk ke dalam birokrasi.
"Sistem pendidikan nasional tulang punggungnya adalah birokrasi. Maka kemampuan untuk dengan cepat menyesuaikan diri juga harus masuk di dalam elemen yang fundamental dalam desain birokrasi atau desain atau sistem pendidikan yang kita bangun," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua LP Ma'arif NU Muhammad Ali Ramdhani dalam laporannya menyampaikan, Rakernas ini diselenggarakan dalam rangka mengevaluasi terhadap program-program yang telah dilaksanakan, menerapkan program-program strategis yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan melakukan sebuah kolaborasi yang dituangkan ke dalam rekomendasi baik internal maupun eksternal.
LP Ma'arif NU, menurutnya, merupakan sebuah unit pengambil kebijakan yang mencoba menangkap dan merespon berbagai tuntutan masyarakat agar kehadirannya selaras dengan harapan-harapan masyarakat. "Tentunya kita mencoba menangkap melalui permasalahan masyarakat yang perlu dijawab melalui khidmat kita di LP Ma'arif NU," kata Ramdhani.
Di antara hal yang dibahas adalah persoalan aksesibilitas. Aksesibilitas bisa dipahami dalam berbagai perspektif tidak sekedar geografis tetapi juga masalah ketidakmampuan atau ketidakterjangkauan secara ekonomi sehingga mempengaruhi pendidikan anak didik. "Untuk itu, LP Ma'arif NU membangun mekanisme sedemikian rupa agar dapat hadir di seluruh penjuru pelosok di Republik ini," ujar Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jawa Barat itu.
Kontributor: Yuyun