Gus Yahya: RI Perlu Galang Konsolidasi Global untuk Perdamaian di Afghanistan
Senin, 20 September 2021 | 06:30 WIB
Jakarta, NU Online
Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mendorong pemerintah Indonesia segera menggalang konsolidasi global untuk menciptakan perdamaian di Afghanistan.
Hal itu disampaikan Gus Yahya saat menjadi narasumber pada webinar bertajuk Peran Indonesia dalam Upaya Perdamaian di Afghanistan yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube TVNU, Ahad (19/9/2021).
“Kita perlu melakukan konsolidasi global. (Pemerintah) Indonesia tidak mungkin mampu menolong Afghanistan sendirian. Yang bisa dilakukan, kalau kita sungguh ingin menolong Afghanistan, mari berupaya menggalang konsolidasi global,” tegasnya.
Konsolidasi global itu kelak diharapkan dapat menciptakan sebuah kerangka kerja yang masuk akal dan realistis, serta bisa digunakan untuk memulai dalam menata masa depan Afghanistan pasca-Taliban berkuasa di sana.
Hal lain yang dapat dilakukan untuk menciptakan perdamaian di Afghanistan adalah memberikan kesempatan kepada rakyat Afghanistan yang memiliki dominasi kekuatan agar mampu berupaya membangun ketertiban di dalam negerinya sendiri.
“Saya kira pertama-tama yang harus kita perjuangkan adalah memberikan kesempatan bagi rakyat Afghanistan untuk membangun ketertiban di antara masyarakat mereka sendiri dalam kehidupan berbangsa di antara mereka,” jelas Gus Yahya.
“Itu berarti kita harus terus menerus mendorong supaya Taliban atau siapa pun yang berkuasa di Afghanistan untuk menolak agenda konflik global dalam bentuk apa pun. Itu berarti kita harus mendorong dan bantu mereka untuk menolak Al-Qaeda,” tambahnya.
Sebab selama Taluban masih mengikuti alur perjuangan yang dilakukan Al-Qaeda yang memiliki agenda perang global, maka rakyat Afghanistan tidak akan pernah punya kesempatan untuk menolong dirinya sendiri.
Tujuan menolong Afghanistan
Gus Yahya lantas mengingatkan berbagai tujuan utama dalam menolong rakyat Afghanistan agar benar-benar bisa merasakan perdamaian yang hakiki. Ia menyindir berbagai pihak soal berbagai peran yang ditujukan untuk membangun masa depan Afghanistan.
“Pertanyaan untuk kita sekarang, kita ini mau menolong Afghanistan demi siapa? Apakah demi rakyat Afghanistan atau demi kepentingan politik kita sendiri? Untuk membangun citra politik yang lebih baik bagi Indonesia atau kita memang sungguh-sungguh prihatin dengan manusia-manusia Afghanistan dan ingin menolong mereka?” demikian Gus Yahya mengajukan pertanyaan retoris.
Ditegaskan Gus Yahya, jika warga dunia, termasuk pemerintah dan bangsa Indonesia sungguh-sungguh ingin menolong rakyat Afghanistan maka harus benar-benar berpikir tentang segala sesuatu yang berguna bagi masyarakat di Afghanistan.
“(Dan) bukan hanya (bertujuan) membuat manuver hanya sekadar performa, sekadar terlihat bagus di permukaan, tapi tidak sungguh-sungguh menciptakan perubahan,” pungkas Gus Yahya.
Kondisi terkini Afghanistan
Dilansir dari DW Indonesia, kondisi terkini di Afghanistan sedang memprihatinkan. Pasalnya, Bank Sentral Afghanistan pada Selasa (14/9/2021) lalu mengumumkan bahwa Taliban menyita uang tunai dan emas senilai lebih dari 12 juta dolar AS (Rp170 miliar) dari para mantan pejabat pemerintah. Taliban kemudian menyerahkan hasil sitaan tersebut ke bank.
Penggeledahan oleh Taliban terjadi di kediaman mantan Wakil Presiden Amrullah Saleh dan sejumlah pejabat tinggi pemerintah. Sejak mengambil alih kekuasaan di Afganistan, Taliban juga mengambil alih kendali atas bank sentral.
Namun sejak Taliban berkuasa, bank-bank di Afghanistan kehabisan uang tunai. Bahkan, beberapa di antaranya berada di ambang penutupan. Bank-bank yang mengalami kesulitan itu menyampaikan kekhawatirannya perihal kelangkaan uang tunai kepada Taliban.
Bank-bank di Afganistan pun terpaksa harus menjatah jumlah uang yang akan dikeluarkan di kantor-kantor cabangnya. Hal ini dilakukan agar bank tidak benar-benar kehabisan uang. Batas penarikan mingguan yang dilaporkan adalah sebesar 200 dolar (sekitar Rp 2,8 juta).
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad