Jakarta, NU Online
Mustasyar PWNU Jawa Tengah Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf menilai bahwa menyantuni anak yatim adalah budaya bagus yang ada di Indonesia. Meski demikian, kadang caranya kurang tepat, misalnya dengan memfoto anak yatim yang diberi santunan dan menyebarkannya di media sosial. Karena itu ia meminta pihak-pihak yang menggunakan cara kurang tepat untuk mengubah cara itu.
"Jujur, seandainya anak yatim itu saya, pasti hati saya akan mengatakan, 'Saya ini malu sebetulnya, mendapat (pemberian) ini di depan orang banyak. Tetapi karena terpaksa saya harus terima," ungkap Habib Syech dalam tayangan Youtube NU Online Habib Syech: Menyantuni Anak Yatim Sebaiknya Tertutup Part 2 diunggah Rabu (18/8/2021).
Peshalawat yang sudah menelurkan 13 album ini mengaku prihatin karena orang sekarang bersedekah beberapa bungkus beras sambil mengambil foto penerima. "Orang yang menerima ini pun juga punya perasaan, jangan sampai yang menerima ini terhinakan dengan (pemberian) itu," ia mengingatkan.
Kecuali, lanjutnya, jika bantuan itu dari masyarakat untuk dibagikan lalu butuh dokumentasi. Baginya, mengambil beberapa foto itu tidak masalah sebagai pertanggungjawaban.
"Tapi ini tidak. Kadang ada seorang, siapa lah gitu, nanti mau menyumbang apa itu, didokumentasikannya kayak.... masyaallah. Akhirnya yang tersyuting ini juga kasihan. Seandainya yang disyuting itu kamu, kira-kira terima, tidak? Tidak terima ya sudah. Orang berarti sama dengan kamu," ujarnya berempati.
Setiap orang berbuat baik, lanjutnya, harus melihat, kira-kira kalau kita diperlakukan begitu mau atau tidak. Jika tidak mau, berarti dia juga tidak mau dan tak perlu dijalankan.
"Harus memberi contoh yang baik untuk siapa pun agar menjadi, istilahnya, manusia yang ngewonge wong (memanusiakan manusia). Orang yang ngewongke wong itu penting. Insyaallah, mudah-mudahan manfaat," pungkasnya.
Habib Syech juga mengenang sosok Habib Anis bin Alwi al-Habsyi. Baginya, Habib Anis adalah orang yang luar biasa baiknya.
"Saya ditinggal ayah saya. Tapi setelah saya melihat beliau sebagai pengganti orang tua saya, itu di situ merasa tenang dan nyaman. Jadi seakan-akan ada apa pun masih ada orang tua saya. Jadilah kalian juga di mana tempat harus bisa menjadi orang seperti itu," imbaunya.
Dengan berperangai seperti itu, ketika ada seorang anak yang ditinggalkan orang tua, dia tidak merasakan sedih yang berlebihan karena masih ada orang tua yang perhatian. "Siapa? (Yaitu) Anda," pintanya.
Kontributor: Ahmad Naufa Kh. F.
Editor: Kendi Setiawan