Nasional

Hak Sipil Wajib Diberikan Negara kepada Anak-Anak

Sabtu, 31 Agustus 2024 | 15:00 WIB

Hak Sipil Wajib Diberikan Negara kepada Anak-Anak

KPAI Bersama NU Care-LAZISNU melaksanakan program sosialisasi hak-hak anak yang dirangkai dengan bakti sosial pembagian tas sekolah. (Foto: dok. LAZISNU)

Jakarta, NU Online

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terus melakukan upaya edukasi terkait hak-hak anak. Hal itu menjadi bagian dari tugas KPAI dalam mewujudkan terpenuhinya hak-hak anak.


Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono mengatakan anak-anak memiliki hak-hak dasar seperti identitas, partisipasi, hak pengasuhan dari orang tua, hak mengakses kesehatan dan kesejahteraan, hak mendapatkan waktu luang, dan hak atas akses budaya dan agama.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


“Hak identitas atau hak sipil wajib diberikan kepada anak-anak oleh negara. Hak identitas diri anak mulai akta lahir, Kartu Keluarga, kemudian jika telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan jika masih usia balita (bawah 5 tahun) sampai sebelum dewasa, anak juga berhak mendapat Kartu Identitas Anak,” kata Aris kepada NU Online, Sabtu (31/8/2024).


Dia menegaskan hak-hak identitas atau hak sipil anak tersebut sangat penting karena mempengaruhi terpenuhi hak-hak lainnya.

 

“Dalam konteks Pendidikan, misalnya anak yang punya identitas yang jelas akan mendapatkan layanan pendidikan dengan baik. Begitu juga hak kesehatan akan terlayani dengan baik karena dari identitas,” ujar Aris.


Hak-hak identitas tersebut termasuk menjadi tanggung jawab orang tua. Dalam soal pernikahan jika ditetapkan secara syah menurut hukum negara akan mempermudah anak mendapatkan sertifikat atau akta lahir.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

 

“Jika nikah siri dan tidak punya akta nikah akan berpengaruh ke hak identitas anak. Jadi ini memerlukan kepedulian rang tua,” ungkap Aris yang juga pengurus Pergunu.


KPAI selama ini juga melakukan pengawasan hak-hak anak dan bersifat menjangkau seluruh Indonesia. Isu hak pendidikan anak, KPAI menemukan bahwa banyak angka putus sekolah pada anak karena tidak punya identitas.

 

“Di Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan provinsi lainnya KPAI melakukan pengawasan untuk menjamin kepastian hak-hak anak ini,” ujarnya.


Aris prihatin, tidak terpenuhinya hak-hak anak ini bukan saja terjadi di daerah terpencil namun beberapa titik di Jakarta juga kerap ditemukan.


“Di permukiman pemulung di Jati Padang Jakarta Selatan, banyak anak terhambat identitasnya karena orang tua nikah yang harusnya tercatat secara negara, tapi ada yang belum punya,” ujarnya.


Di Jati Padang, kata Aris edukasi hak-hak anak juga telah dilakukan, di antaranya bekerja sama dengan NU Care-LAZISNU yang dirangkai dengan bakti sosial pembagian tas sekolah. Kegiatan tersebut diadakan pada pertengahan Agustus 2024 menyasar siswa SDN Pejaten Barat 01 dan sejumlah anak dhuafa sekitar RPTRA Seruni, Jati Padang.


Kala itu, kata Aris, pihaknya memotivasi anak-anak agar mencapai kemajuannya, anak-anak harus bersekolah. "Jangan biarkan anak-anak putus sekolah. Jangan berhenti di Sekolah Dasar saja. Insyaallah ada jalannya. Kita usahakan,” ujar Aris.


Aris menyadari banyak warga yang bekerja sebagai pemulung dan menghadapai masalah termasuk masalah ekonomi, pendidikan dan administrasi.


“Bekerja sama dengan NU Care-LAZISNU, KPAI melakukan bakti sosial sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan pada komunitas pemulung di sini. Banyak sekali masalah seperti pernikahan anak, pekerja anak, nikah siri, dan lainnya,” beber Aris.


Dia menyampaikan bahwa KPAI juga membantu persoalan administrasi masyarakat. Warga yang belum mempunyai akta lahir, KTP, surat nikah bagi yang nikah siri, putus sekolah, ijazah hilang dan lainnya agar dapat didata.


Dia juga meminta anak-anak dan keluarga pemulung yang belum memiliki catatan administrasi terkait pernikahan mereka agar didata untuk selanjutnya disampaikan kepada lembaga yang terkait. “Kita jaga anak anak kita, keluarga kita. Kita urus surat-surat mereka,” kata Aris.