Nasional

Hari Toleransi Internasional, Gusdurian Ajak Masyarakat Hidupkan Bhinneka Tunggal Ika dalam Kehidupan

Sabtu, 16 November 2024 | 08:00 WIB

Hari Toleransi Internasional, Gusdurian Ajak Masyarakat Hidupkan Bhinneka Tunggal Ika dalam Kehidupan

Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid saat menyampaikan orasi dalam Simposium Beda Setara di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada Jumat (15/11/2024). (Foto: dok. Gusdurian)

Jakarta, NU Online
 
Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menghidupkan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.


Ajakan itu diungkap Alissa sebagai refleksi terhadap Peringatan Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada 16 November 2024.


Menurutnya, semboyan Bhinneka Tinggal Ika bukan sekadar slogan, tetapi harus menjadi landasan untuk menciptakan ruang hidup bersama yang harmonis di tengah keberagaman.


"Kita harus melihat warga negara yang berbeda agama, latar belakang, suku, dan lainnya sebagai saudara. Jangan sampai sentimen agama atau kesukuan menghancurkan persatuan kita," tegas Alissa di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada Jumat (15/11/2024).


Ia mengungkapkan bahwa intoleransi di Indonesia mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir akibat berkembangnya pola keberagamaan yang semakin eksklusif. Pola ini menciptakan jarak antara kelompok mayoritas dan minoritas sehingga menjadikan perbedaan sebagai alasan konflik.


"Praktik keberagamaan yang eksklusif membuat kita mengambil jarak dan memandang yang berbeda sebagai lawan," jelasnya.


Lebih lanjut, Alissa menyoroti dampak desentralisasi pemerintahan terhadap meningkatnya kasus intoleransi. Dengan adanya kewenangan yang lebih besar di tingkat daerah, mayoritas di kabupaten atau kota tertentu sering kali mendominasi kebijakan.


"Desentralisasi mempermudah mayoritas di level kabupaten untuk berkuasa, sehingga muncul privilese berdasarkan agama. Akibatnya, demokrasi disederhanakan menjadi mayoritarianisme, yaitu pandangan bahwa mayoritas berhak menentukan kebijakan politik," paparnya.


Selain itu, lemahnya penegakan hukum turut memperburuk kebebasan beragama di Indonesia. Ia menilai, fokus pemerintah pada harmoni sosial sering kali mengabaikan hak-hak konstitusional kelompok minoritas.


"Pendekatan harmoni sosial membuat minoritas harus mengalah demi kerukunan. Namun, Gus Dur pernah mengingatkan bahwa perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi. Jika keadilan tidak ditegakkan, kerukunan yang dibangun akan rapuh," kata putri sulung Gus Dur ini.


Menurut Alissa, Peringatan Hari Toleransi Internasional menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai kebangsaan.


Ia menegaskan bahwa toleransi bukan berarti mengorbankan keadilan, tetapi menjadikannya sebagai fondasi untuk membangun persatuan yang kokoh.


“Semoga ke depan, kita bisa terus menjaga persaudaraan dalam keberagaman dan mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika yang nyata dalam kehidupan kita sehari-hari,” tutupnya.