Nasional

Islam sebagai Agama Kemanusiaan dalam Pandangan Nadirsyah Hosen

Senin, 10 September 2018 | 13:49 WIB

Islam sebagai Agama Kemanusiaan dalam Pandangan Nadirsyah Hosen

Nadirsyah Hosen

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menggelar diskusi bernama ‘Forum Tashwirul Afkar’ yang bertajuk ‘Islam Agama Kemanusiaan’ dengan menghadirkan Dosen Senior Bidang Hukum Monash University Nadirsyah Hosen sebagai pembicara pada Senin (10/9). 

Dalam diskusi ini, Nadirsyah memaparkan beberapa alasan yang menjadikan agama Islam sebagai agama kemanusiaan, antara lain, proses transformasi 'wahyu langit' menjadi nilai yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan 'begitu manusiawi'.

Gus Nadir menyontohkan bagaimana sosok Nabi Muhammad SAW yang merupakan ‘manusia biasa’ dalam kehidupan masyarakat Arab, berhasil mentransformasikan wahyu Allah dengan cara yang manusiawi.

Proses transformasi nilai Islam secara manusiawi itu membuktikan manusia biasa (dalam konteks yang positif) mampu melakukan sesuatu yang luar biasa. “Jadi, orang biasa juga bisa untuk menjadi presiden,” kata Nadirsyah menyontohkan, yang lalu disambut tawa oleh peserta.

Nadirsyah melanjutkan, agama Islam sejak kelahirannya di Makkah, telah membawa nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. “Misalnya sejak 15 abad yang lalu, Islam telah berbicara anti rasisme, jauh sebelum orang lain bicara itu,” terangnya. 

Universalitas nilai Islam, lanjut Gus Nadir, merupakan salah satu kekayaan tersendiri untuk mengenalkan nilai Islam bagi semua kalangan, termasuk pada kelompok non-muslim.

Nilai universal Islam dapat dengan mudah ditemukan dalam banyak kisah kenabian, di mana Rasulullah SAW tidak membedakan suku bangsa dan agama dalam urusan keadilaan, termasuk saat Nabi melindungi umat non-muslim yang bermukim di Makkah setelah fathu makkah

Nilai lain yang dipaparkan Gus Nadir adalah keadilan dalam Islam. “Lalu Islam mengajarkan agar menunaikan amanat pada yang berhak,” kata Nadirsyah. Prinsip berlaku adil di dalam Islam merupakan salah satu ajaran utama yang tidak dapat ‘diganggu’ oleh ‘like' dan 'dislike’.

“Jangan sampai kita berlaku tidak adil pada orang yang tidak kita sukai,” terangnya.

Paparan Gus Nadir yang begitu lugas mendapat respon dari peserta yang memenuhi perpustakaan PBNU di lantai 2 Gedung PBNU. Peserta yang terdiri dari berbagai kalangan tampak begitu antusias sehingga mereka yang tak kebagian sesi pertanyaan masih melanjutkan tanya jawab setelah sesi ditutup.

Sekretaris jendral PBNU Helmy Faisal mengatakan bahwa diskusi ini merupakan agenda rutin yang digelar untuk terus menyebarkan Islam rahmatan lil alamin. Ia menyebut, ini merupakan salah satu bentuk transformasi nilai Islam ahlussunnah waljama'ah annahhdliyah yang mengedepankan keramahan dalam melakukan dakwah kepada agama Islam.

“NU selalu mengajarkan Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW; yakni Islam yang ramah bukan yang marah, Islam yang merangkul bukan Islam yang memukul, Islam yang mengajak bukan mengejek,” kata Helmy. (Ahmad Rozali)



Terkait