Jaga Marwah, Komisi Organisasi Muktamar NU Bahas Wewenang Rais ‘Aam di Pengadilan
Senin, 13 Desember 2021 | 22:00 WIB
Jakarta, NU Online
Wewenang dan tugas pengurus yang terdapat dalam Bab VIII Anggaran Dasar (AD) dan Bab XVIII Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul Ulama (NU) menjadi salah satu isu yang akan dibahas dalam Komisi Organisasi di Muktamar ke-34 NU, pada 23-25 Desember 2021.
Ketua Komisi Organisasi Muktamar NU H Andi Najmi Fuaidi mengatakan bahwa ada satu hal yang menjadi perhatian khusus dari pasal mengenai tugas dan wewenang dalam AD/ART NU, yakni tentang kewenangan rais ‘aam, di dalam dan di luar pengadilan.
Pembahasan mengenai kewenangan rais ‘aam itu berangkat dari keinginan untuk menjaga marwah jabatan rais ‘aam, sebagai pemimpin tertinggi di jamiyah NU. Tujuannya agar rais ‘aam tidak dilibatkan pada persoalan yang berhubungan dengan hukum positif negara di pengadilan.
“Kita ingin menjaga marwah jabatan rais ‘aam (dan) seharusnya jabatan rais ‘aam tidak dilibatkan dalam urusan-urusan di dalam maupun luar pengadilan, yang terkait dengan hukum positif. Itu cukup diwakilkan oleh ketua umum,” kata Andi, dalam konferensi pers di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, pada Senin (13/12/2021).
Meski begitu, rais ‘aam tetap memiliki kewenangan-kewenangan lain yang memang telah diatur dalam ART NU Bab XVIII Pasal 58. Sementara pembahasan di komisi organisasi itu hanya soal kewenangan rais ‘aam di dalam dan luar pengadilan.
“Kita menjaga agar posisi rais ‘aam itu tidak lagi terlibat dalam urusan hukum yang terkait dengan pengadilan. Konteksnya menjaga marwah, supaya tidak terseret-seret dalam urusan pengadilan,” tegas Andi, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU itu.
Kewenangan dan tugas rais ‘aam
Sebagai pemimpin tertinggi organisasi NU, rais 'aam memiliki lima wewenang yang termaktub di dalam ART NU Bab XVIII Pasal 58 ayat 1. Pertama, mengendalikan pelaksanaan kebijakan umum organisasi. Kedua, mewakili PBNU baik keluar maupun ke dalam yang menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk konsultasi, koordinasi, maupun informasi.
Ketiga, bersama ketua umum mewakili PBNU dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan atau pengelolaan dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan/atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai NU dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan.
Keempat, bersama ketua umum menandatangani keputusan-keputusan strategis PBNU. Kelima, bersama ketua umum membatalkan keputusan perangkat organisasi yang bertentangan dengan AD dan ART NU.
Di ayat berikutnya, masih di bab dan pasal yang sama, rais 'aam memiliki empat tugas. Pertama, mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan muktamar dan kebijakan umum PBNU. Tugas kedua adalah memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara pengurus besar syuriyah.
Tugas ketiga rais ‘aam yaitu bersama ketua umum memimpin pelaksanaan muktamar, musyawarah nasional alim ulama, konferensi besar, rapat kerja, rapat pleno, rapat harian syuriyah dan tanfidziyah. Keempat, memimpin rapat harian syuriyah dan rapat pengurus lengkap syuriyah.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Muhammad Faizin