Jakarta, NU Online
Tahun 1445 Hijriah dalam sistem penanggalan Islam akan segera berakhir. Umat Islam di seluruh dunia kini bersiap menyambut tahun baru Islam 1446 H.
Lantas, kapan persisnya 1 Muharram 1446 H jatuh dalam penanggalan kalender Masehi?
Menurut Wakil Sekretaris Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), Muhammad Ma’rufin Sudibyo, jika hilal terlihat dan sahih, maka 1 Muharram 1446 H akan jatuh pada Ahad, 7 Juli 2024 M. Namun, jika hilal tidak terlihat, umur bulan Dzulhijjah akan digenapkan dan 1 Muharram akan bertepatan dengan Senin, 8 Juli 2024 M.
“Apabila hilal terlihat dan sahih, maka 1 Muharram 1445 H akan bertepatan dengan Ahad, 7 Juli 2024,” terang Ma’rufin kepada NU Online, Jumat (5/7/2024).
Lebih lanjut, dia menyebut LF PBNU akan menggelar pemantauan hilal atau rukyatul hilal pada Sabtu, 29 Dzulhijjah 1445 H atau 6 Juli 2024 M untuk menentukan awal bulan Muharram 1446 H.
“Parameter hilal di seluruh Indonesia pada saat itu menunjukkan tinggi hilal mar'ie +2 derajat 56 menit hingga +5º derajat 33 menit dan elongasi hilal haqiqy 6 derajat 54 menit hingga 8 derajat 09 menit. Merujuk pada keputusan Muktamar Lampung 2021, kedudukan hilal di Indonesia telah memenuhi imkan rukyah namun belum mencapai qath'iy rukyah, sehingga istikmal tetap dimungkinkan,” jelas dia.
Baca Juga
12 Amalan dalam Bulan Muharram
Ia menjelaskan, kebijakan NU terkait kalender Hijriah, yang dikenal sebagai Kalender Hijriah Nahdlatul Ulama atau KHNU, menyatakan bahwa awal bulan baru dapat ditetapkan setelah ada rukyatul hilal. Almanak NU yang beredar di masyarakat lebih berfungsi sebagai alat bantu dalam pelaksanaan rukyatul hilal dan sebagai pedoman tambahan bagi publik.
Rukyatul hilal, sambungnya, adalah metode penentuan awal bulan Hijriah yang diakui secara fiqih oleh para ulama Nahdlatul Ulama.
Beda kalender hijriah dan masehi
Ma’rufin menjelaskan kalender Hijriah atau kalender Islam, adalah sistem penanggalan yang didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi.
Sistem ini, lanjutnya, mengikuti siklus sinodik bulan, yaitu perubahan fase bulan dari hilal, bulan sabit, bulan perbani, bulan cembung, hingga bulan purnama dan kembali lagi ke hilal. Durasi satu siklus sinodik bulan adalah sekitar 29 hari 12 jam 44 menit, yang dibulatkan menjadi 29,5 hari.
“Siklus sinodik bulan umumnya dihitung dari istikbal atau bulan purnama ke istikbal berikutnya,” jelas Ma’rufin.
Ia menjelaskan, kalender Hijriah juga terdiri dari 12 bulan, namun panjang bulan bervariasi antara 29 hingga 30 hari. Dalam satu tahun Hijriah, panjangnya bisa mencapai minimal 354 hari.
Selama satu daur Hijriah yang berlangsung selama 30 tahun, terdapat 11 tahun kabisat dengan panjang tahun 355 hari untuk mengimbangi kelebihan 44 menit dari siklus sinodik bulan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, awal bulan Hijriah ditandai dengan ketampakan hilal dan tanggal 14 atau 15 setiap bulan adalah masa ayyamul bidh, ditandai dengan bulan purnama.
Adapun terkait kalender Masehi, Ma’rufin mengatakan bahwa penanggalan ini merupakan sistem penanggalan yang didasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari.
Sistem ini menggunakan siklus tropis matahari, yaitu periode waktu dari kedudukan matahari di atas khatulistiwa langit pada 20 atau 21 Maret setiap tahun hingga kedudukan yang sama pada tahun berikutnya. Durasi satu siklus tropis Matahari adalah sekitar 365 hari 5 jam 48 menit.
“Sehingga tahun miladiyah bernilai minimal 365 hari untuk tahun biasa atau 366 hari untuk tahun kabisat,” paparnya.
Ia menyebut, kalender Masehi terdiri dari 12 bulan dengan panjang bulan yang bervariasi antara 30 hingga 31 hari, kecuali bulan Februari yang memiliki 28 atau 29 hari pada tahun kabisat.