Kedisiplinan Siswa Terbangun dari Budaya Sekolah dan Peran Keluarga
Kamis, 30 Oktober 2025 | 15:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ahli Pendidikan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan menyampaikan bahwa cara ideal membangun kedisiplinan siswa bukan dengan hukuman fisik, melainkan melalui pembentukan budaya positif di lingkungan sekolah yang dijalankan secara konsisten oleh seluruh elemen sekolah.
Menurutnya, sekolah harus menjadi lingkungan belajar yang berbudaya dan memegang nilai-nilai positif.
“Membangun budaya di sekolah dilakukan oleh semua komponen, dan tiap komponen punya peran masing-masing yang saling mendukung untuk tujuan yang sama,” ujarnya kepada NU Online Rabu (30/10/2025).
Edi menyampaikan bahwa seluruh pihak di sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, penjaga sekolah, hingga petugas kantin harus berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai kedisiplinan.
Ia mencontohkan, budaya lingkungan sehat bebas rokok harus ditegakkan bersama. Guru memberikan teladan, materi tentang bahaya rokok diintegrasikan dalam mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler.
Selain sekolah, Edi menyampaikan bahwa keluarga juga memegang peran penting. “Aturan di sekolah tidak boleh merokok harus sampai ke orang tua. Orang tua paham dan di rumah juga dibuat aturan terkait rokok,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama, karena waktu siswa di sekolah tidak lebih dari separuh hari, sedangkan sebagian besar waktu dihabiskan bersama keluarga.
Edi merujuk pada konsep Tri Pusat Pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu sekolah, keluarga, dan organisasi pemuda.
“Organisasi pemuda seperti OSIS, IPNU, remaja masjid, atau karang taruna dapat menjadi wadah pembentukan karakter di luar sekolah,” ujarnya.
Dengan mengikuti organisasi kepemudaan, menurutnya anak akan memiliki ruang berekspresi yang positif dan tidak mencari perhatian dengan perilaku negatif seperti merokok.
Terkait hukuman fisik, Edi menilai perlu dilihat dari konteks dan bentuknya. “Jika anak diminta push up atau lari dalam porsi wajar, itu tidak masalah karena bermanfaat bagi fisik. Tapi kalau sampai menampar atau memaksa keliling lapangan berlebihan, itu tidak boleh,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa disiplin tetap harus ditegakkan di sekolah, karena menjadi bagian penting dari pembentukan karakter siswa.
“Penegakan aturan dan pembentukan karakter bukan dua hal yang bertentangan, justru saling melengkapi,” ujar Edi.