Kemenag dan LAZISNU Jajaki Kerja Sama Pelatihan Literasi Zakat
Sabtu, 29 Juni 2024 | 10:20 WIB
Diskusi penjajakan kerja sama antara Pusdiklat Teknis Kemenag dengan LAZISNU PBNU, Rabu (26/6/2024) (Foto: Istimewa)
Jakarta, NU Online
Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Kementerian Agama menjajaki kerja sama pelatihan literasi zakat berkelanjutan dengan NU Care-LAZISNU. Penjajakan kerja sama ini dibahas dalam pertemuan antara Kepala Pusdiklat Teknis, Mastuki HS dengan pengurus LAZISNU PBNU di Gedung LAZISNU PBNU, Rabu (26/6/2024).
Kepala Pusdiklat Teknis, Mastuki HS, mengatakan inisiasi kerja sama ini dilatarbelakangi masih kurangnya pelatihan bidang keagamaan."Pelatihan bidang keagamaan di Kemenag itu masih minim. Bahkan, relatif terabaikan. Termasuk soal zakat, wakaf, kemasjidan atau rumah ibadah, dan perkawinan. Padahal, core business Kemenag itu soal keagamaan. Tapi, layanan pelatihannya belum tergarap serius,” ujarnya.
Mastuki mengakui masih kurangnya pelatihan bidang keagamaan itu karena banyak faktor. Antara lain jenis pelatihannya sedikit, aksesnya tak terjangkau, anggarannya kecil, dan jumlah tenaga pelatih (widyaiswara) juga sedikit.
"Dibandingkan dengan pelatih bidang pendidikan, widyaiswara keagamaan hanya 52 orang dari total 378 widyaiswara seluruh Indonesia (atau 14,4%),” ungkap pria asal Banyuwangi, Jawa Timur ini.
Mastuki mengatakan selain jumlahnya sedikit, kompetensi widyaiswara di bidang zakat juga harus ditingkatkan. "Karena isu zakat sangat dinamis dan kompleks, sementara kurikulum pelatihan zakat di Pusdiklat dan Balai Diklat Kegamaan (BDK) ketinggalan zaman alias out of date,” tegasnya.
Skema pelatihan berkelanjutan yang digagas Pusdiklat Kemenag mempertimbangkan pelibatan sebanyak mungkin umat beragama. Lembaga atau ormas keagamaan yang memiliki jamaah besar seperti NU potensial untuk menggerakkan zakat, wakaf, dan layanan keagamaan lainnya. Kemitraan dengan ormas keagamaan sudah menjadi pola yang khas di Kemenag.
“LAZISNU-PBNU satu di antara Lembaga Amil Zakat (LAZ) Nasional. Jaringannya tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah amil-nya banyak, 434 orang. Informasi yang saya peroleh relawan zakat LAZISNU potensinya mencapai 10 juta orang. Itu belum jejaring kelembagaan seperti pesantren, madrasah, perguruan tinggi dan lainnya,” imbuhnya.
Pusdiklat menawarkan skema pelatihan zakat pada dua aras. Pertama, literasi dan edukasi zakat bagi masyarakat luas, terutama sasaran Nahdliyin. Kedua, kebutuhan bidang khusus untuk menunjang manajemen zakat di LAZ sendiri. Seperti digital fund rising, customer relation management (CRM), marketing, atau kebutuhan pengumpulan dan distribusi zakat ke mustahiq.
"Kami menawarkan skema pelatihan yang efisien melalui platform MOOC Pintar yang berbasis full online atau blended learning. Kami ingin mencetak penggerak zakat di seluruh Indonesia dengan literasi yang baik. Tapi, kami tidak memiliki resources dan konten yang cocok dengan kebutuhan. Karenanya kami mengajak LAZISNU untuk bersama merancang pelatihan yang spesifik dan menjangkau sasaran yang luas,” urainya.
Sebelum menjajaki kerja sama dengan LAZISNU, pihaknya telah menjalin silaturahim dengan pengurus BaznasPusat, Direktorat Zakat dan Wakaf Kemenag, dan akan berkunjung ke lembaga zakat lainnya. “Kita akan kolaborasi dan membangun kemitraan strategis dengan para pemangku kepentingan zakat,” tuturnya.
Kesiapan LAZISNU
Dihubungi terpisah, Sekretaris LAZISNU Moesafa yang didampingi anggota LAZISNU Ending Syarifudin menyambut baik inisiatif itu. Menurut dia, upaya yang dilakukan Pusdiklat Kemenag sangat menarik, karena dapat memfasilitasi dan membantu para aktivis lembaga amil zakat yang membutuhkan peningkatan kapasitas SDM.
“Terutama para amil. Nah, dalam kaitan dengan ini amil sebagai sebuah profesi dituntut untuk kompeten yang itu sudah diatur dan ditentukan dalam SKKNI dan ada uji kompetensi tersendiri,” ujarnya, Jumat (28/6/2024).
Pelatihan apa saja yang dibutuhkan oleh lembaga amil zakat seperti LAZISNU, ia membagi dua hal. Pertama, untuk amil seperti strategi fundrising, dan tata kelola muzakki dan mustahiq.
"Kedua, untuk non-amil seperti literasi zakat untuk komunitas penggerak zakat, dan strategi membangun kesadaran dan menjalankan zakat,” ia mencontohkan.
Oleh karena itu, kata Moesafa, untuk Pusdiklat Kemenag bisa lebih pada konsentrasi pada pengetahuan penunjang yang dapat meningkatkan profesionalisme para amil tersebut. Tentu ini terkait erat dengan hal-hal yang berkembang di lapangan.
"Terutama dalam merespons dan mengantisipasi perubahan zaman. Contohnya digitalisasi. Nah, dalam hal-hal seperti inilah pentingnya pelatihan untuk peningkatan kapasitas yang belum tentu dapat diberikan oleh lembaga,” tuturnya.
Peran penting Pusdiklat Kemenag, lanjut Moesafa, diharap bisa menjembatani dan memfasilitasi kebutuhan peningkatan kapasitas SDM dari lembaga amil zakat seperti LAZISNU.
"Kami menyambut baik sekaligus berharap komunikasi dengan Pusdiklat Teknis terus terjalin hingga terwujudnya kerja sama riil yang bisa dikerjakan bersama-sama antara dua lembaga,” pungkas Moesafa.