Nasional

Kemenag dan RMI PBNU Perkuat Inklusivitas Pesantren

Sabtu, 18 Januari 2025 | 09:00 WIB

Kemenag dan RMI PBNU Perkuat Inklusivitas Pesantren

Potret Pesantren Makfufin. (Foto: Instagram Yayasan Raudlatul Makfufin)

Jakarta, NU Online

 

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) Basnang Said menyampaikan bahwa Kemenag memiliki kewajiban memberikan layanan bagi santri disabilitas atau berkebutuhan khusus. 

 

Hal tersebut ditegaskan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas, dan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 1262 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren.

 

Ia menyampaikan bahwa Kemenag memberikan beasiswa santri berprestasi juga kepada santri disabilitas untuk melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Menurutnya, santri disabilitas tersebut memang memiliki prestasi dan kemampuan belajar yang tinggi.

 

“Artinya negara melalui Kementerian Agama telah memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh anak-anak Indonesia, baik itu yang difabel atau bukan yang difabel, negara memperlakukan sama,” ujarnya kepada NU Online pada Jumat (17/1/2025).

 

Basnang mengatakan kurikulum yang diajakan di pesantren inklusi telah sesuai dengan kurikulum Sekolah Luar Biasa (SLB) oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Dukungan dari Kemenag terhadap pesantren inklusi berupa fasilitas Al-Qur’an braille, Al-Qur’an bahasa isyarat, kitab-kitab braille, dan buku-buku bacaan braille.

 

“Fasilitas kita sediakan Al-Qur’an braille, kitab-kitab braille, buku-buku yang dapat mendukung anak difabel untuk belajar, Al-Qur’an bahasa isyarat kita sediakan,” kanya.

 

“Pesantren inklusi yang dapat dicontoh ada di Pesantren Raudhatul Makfufin di Tangerang Selatan, ada juga di Pesantren Darul Ashom di Yogyakarta. Banyak pesantren yang ramah bagi santri difabel,” tambahnya.

 

Direktur PD Pontren Kemenag itu menegaskan bahwa dengan adanya peraturan pesantren ramah anak yang berlaku untuk semua pesantren di Indonesia, maka tidak boleh ada tindakan kekerasan dan diskriminasi kepada santri disabilitas.

 

“Harus dipastikan bahwa jangan ada kekerasan bagi santri difabel. Tidak boleh ada diskriminasi antara santri difabel dan bukan difabel,” tegasnya.

 

Basnang ajak masyarakat untuk peduli dan mendukung pembelajaran kepada santri disabilitas untuk berkembang secara optimal.

 

“Kepada seluruh masyarakat mari bersama-sama memberikan perhatian terbaik kita untuk yang difabel, tidak ada perbedaan antara kita dan mereka, harus sama rata dalam mendapatkan hak-hak, ilmu pengetahuan, hidup nyaman di Indonesia,” katanya.

 

Senada, Wakil Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) H Mahrus El-Mawa menyampaikan bahwa pondok pesantren di bawah naungan RMI PBNU juga tidak membeda-bedakan antara santri disabilitas dan non-disabilitas.

 

“Pesantren yang di bawah naungan RMI PBNU itu tidak membeda-bedakan antara yang difabel dan yang tidak difabel. Sebenarnya pesantren Nahdlatul Ulama sudah menerapkan pesantren inklusi karena tidak pernah menolak, dan tidak pernah membedakan,” ujarnya kepada NU Online pada Jumat (17/1/2025).

 

Ia menyampaikan bahwa banyak pesantren yang ramah untuk santri disabilitas, salah satu contohnya Pesantren Pelajar Mahasiswa Aswaja Nusantara, Mlangi, Sleman, Yogyakarta yang pengasuhnya juga disabilitas daksa (keterbatasan fungsi gerak).

 

“Banyak pesantren yang di bawah RMI PBNU baik pengasuh ataupun santrinya yang berkebutuhan khusus tetap diterima dan tidak ada diskriminasi,” katanya.

 

Ia menyampaikan bahwa RMI PBNU membuka peluang santri disabilitas untuk mendaftar beasiswa yang disedaiakan oleh RMI PBNU.

 

“Boleh mendafatar beasiswa yang ada di RMI PBNU, kalau mereka (santri disabilitas) berprestasi dalam Al-Qur’an, kitab-kitab dan lain sebagainya bisa mendafarkan beasiswa, asal ada afrimasi dari pihak pesantrennya,” katanya.

 

“Mereka mau mendafatar saja, sudah berprestasi dan kita akan berpihak kepada orang yang butuh dipihak seperti santri berkebutuhan khusus,” lanjutnya.

 

Ia menegaskan bahwa semua pesantren dibawah naungan RMI PBNU sudah menerapkan pesantren ramah anak sesuai anjuran dari Kemenag, sehingga semua tindakan kekerasan di pesantren harus dihindarin pada santri disabilitas maupun non-disabilitas.

 

“Kekerasan di pesantren ini perlu ada penekanan khusus menghindari bullying, tindak kekerasan sikis, fisik itu harus dihindarin,” katanya.

 

Sementara itu, Muntakhib dan Ta’rif dalam artikel “Model Pendidikan Inklusi di Pesantren Ainul Yakin Gunung Kidul” di Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan (2023) menjelaskan bahwa pesantren inklusi merupakan pendidikan dan pengasuhan kepada anak-anak berbagai kebutuhan khusus, baik gangguan fisik, penglihatan, pendengaran, ataupun gangguan dengan lainnya memberikan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang sesuai potensi dimilikinya.

 

Menurutnya, program pendidikan dan pengasuhan meliputi pendidikan agama, mata pelajaran umum yang disesuaikan dengan SBL, sosial, keterampilan hidup, berbagai terapi sesuai dengan kebutuhan individu santri berkebutuhan khusus. Kurikulum harus dirancang dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing santri berkebutuhan khusus.

 

Salah satu pesantren inklusi yaitu Pesantren Tunanetra Raudhatul Makfufin, Buaran, Serpong, Tangerang Selatan, Banten menyediakan jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) untuk santri disabilitas netra atau keterbatasan dalam melihat.

 

Wakil Kepala Pesantren Tunanetra Raudhatul Makfufin, Rohman menyampaikan bahwa dalam pesantren inklusinya telah mengikuti standar kurikulum SLB oleh Kemendikdasmen dan terdapat kegiatan-kegiatan untuk mendukung keterampilannya.

 

“Di sini santri disabilitas netra diajarkan keterampilan komputer bicara, musik modern, penyiar radio, kerajinan tangan seperti membuat anyaman tas, sabun,” ujarnya kepada NU Online pada Jumat (17/1/2025).

 

Rohman menambahkan bahwa santri disabilitas netra diajarkan untuk membaca dan menghafalkan Al-Qur’an melalui braille, mengkaji kitab-kitab melalui brille, hadroh, bahasa Arab dan Inggris, serta kegiatan sosial.

 

“Tenaga pendidik dan guru juga ada dari disabilitas netra, sehingga pesantren Raudhatul Makfufin ramah untuk disabilitas, tetapi ada juga guru yang bisa melihat, karena untuk beberapa praktik seperti fikih, kami membutuhkan bantuan guru yang bisa melihat,” katanya.

 

Ia menyampaikan bahwa tenaga pendidik dan guru di pesantren Raudhatul Makfufin mendapatkan pelatihan secara rutin oleh Perkins School for the Blind atau lembaga internasional yang menyediakan layanan pendidikan bagi anak disabilitas netra dan disabilitas rungu.

 

“Fasilitas Al-Qur’an, kitab, buku pelajaran, dan buku bacaan semua sudah braille sehingga santri disabilitas netra dapat membaca dan mempelajarinya,” kata Rohman.