Nasional

6 Solusi Atasi Kekerasan di Pesantren menurut Buya Husein

Ahad, 12 Januari 2025 | 12:00 WIB

6 Solusi Atasi Kekerasan di Pesantren menurut Buya Husein

Buya Husein Muhammad saat berbicara dalam acara Halaqah Nawaning: Madrasah Ula untuk Santri Sadar Pendidikan Seksual dan Sehat Mental di Harris Hotel dan Conventions, Surabaya, Jawa Timur pada Sabtu (11/1/2025). (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, NU Online

Pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, Buya KH Husein Muhammad menyampaikan terdapat enam solusi untuk mengatasi kekerasan seksual, fisik, dan bullying perundungan) di lingkungan pondok pesantren.


Hal itu diungkap Buya Husein dalam acara Halaqah Nawaning: Madrasah Ula untuk Santri Sadar Pendidikan Seksual dan Sehat Mental di Hotel Harris Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (11/1/2025).

 

1. Mengembangkan perspektif kemanusiaan

Buya Husein mengatakan bahwa untuk mengembangkan perspektif kesetaraan dan kemanusiaan, maka diperlukan penghapusan relasi diskriminasi antargender.


“Menghapus relasi diskriminasi gender dalam hal apapun, itu karena ini akar. Kesetaraan itu harus terus upayakan,” ujarnya.


2. Pendidikan HAM

Ia menyampaikan bahwa pendidikan hak asasi manusia (HAM) bersifat universal atau menyeluruh termasuk di dalamnya mengajarkan untuk memiliki sikap yang ber-akhlakul karimah.


3. Metode pendidikan

Buya Husein mengatakan bahwa metode pendidikan di pesantren harus diubah, bukan hanya indoktrinasi, tetapi menanamkan nilai dialektika intelektual kepada para santrinya.


“Metode pendidikan di pesantren harus diubah, bukan indoktrinasi, kalau tidak melakukan ini berdosa, tidak melakukan itu berdosa, maka perlu diubah menjadi dialektika intelektual, santri diajak bicara dalam berbagai hal,” katanya.


4Kontekstualisasi teks

Buya Husein menekankan pentingnya melakukan rekonstruksi, reinterpretasi, dan kontekstualisasi teks-teks sumber pengetahuan tentang relasi laki-laki, perempuan, dan anak


Ia mengatakan bahwa rekonstruksi, reinterpretasi, dan kontekstualisasi teks-teks sumber pengetahuan harus dilakukan secara umum dan luas. Terkait relasi antar laki-laki, perempuan, dan anak harus secara spesifik.


“Kalau kita contohkan, seperti pemilihan pemimpin, orang pemilihan pemimpin saja berdasarkan intelektualnya, berdasarkan akalnya maka pengetahuan ini juga harus secara umum, secara luas pandangannya,” ucap Buya Husein.


5Adab dan tawadhu

Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) periode 2007-2012 ini menyampaikan bahwa santri perlu diajarkan dan diterapkan adab yang meliputi etika sosial di masyarakat, budaya, serta tradisi. Santri juga perlu diajarkan rendah hati dalam sikap kepada siapa pun.


6. Mendirikan Women’s Crisis Center (WCC)

Ia menjelaskan, WCC ini seperti satuan tugas (satgas) anti-kekerasan yang harus terus dikembangkan di setiap pesantren.


“(WCC) ini perlu dikembangkan, sehingga kasus dapat tertangani dengan baik,” katanya.