Nasional

Kemenag Jelaskan Keberadaan SPPG di Pesantren 

Jumat, 26 September 2025 | 10:00 WIB

Kemenag Jelaskan Keberadaan SPPG di Pesantren 

Direktur Pesantren Kementerian Agama Basnang Said. (Foto: NU Online/Jannah)

Jakarta, NU Online

Direktur Pesantren Kementerian Agama (Kemenag) Basnang Said menyampaikan bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di lingkungan pondok pesantren memiliki sejumlah kelebihan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi para santri.


Menurut Basnang, kehadiran SPPG di pesantren mampu meminimalisasi risiko kontaminasi makanan akibat jarak distribusi yang terlalu jauh. Ia mengatakan, makanan yang diantar dengan radius terlalu jauh berpotensi terpapar sinar matahari dan mengalami penurunan kualitas makanan.


“Kalau SPPG di luar pesantren, kepala SPPG harus memperkirakan makanan siap jam berapa, dan diantar dengan jarak kira-kira sekian berapa lama,” kata Basnang di Gedung Antara Heritage, Jakarta Pusat, Kamis (25/9/2025).


“Bagusnya kalau di pesantren itu jadi SPPG mengantarnya tidak terlalu jauh, karena selesai memasak, misalkan jam 07.30 selesai lalu jam 07.45 sudah sampai makanan ke anak-anak. Tetapi kalau dibawakan makanan sampai radius 6 kilometer, itu perjalanannya bisa menjadi masalah,” lanjutnya.


Ia menambahkan, pesantren yang menjadi SPPG tidak hanya menjaga mutu gizi santri, tetapi dapat mewujudkan kemandirian pesantren melalui unit usaha tersebut. Sebab, perhitungannya, pesantren bisa mendapat keuntungan hingga 100 juta per 3.000 santri.


“Kita sudah mencoba menghitung-hitung, kalau sebuah pesantren itu menjadi SPPG, maka ada keuntungan kira-kira kurang lebih 100 jutaan per bulan di Pondok pesantren. Kenapa? Karena kan hitungannya 15 ribu per siswa, per santri, kali 24 kali makan tambah kemudian kali 3 ribu santri,” paparnya.


Basnang mengakui bahwa tidak mudah bagi pesantren untuk memenuhi standar SPPG karena membutuhkan modal yang cukup besar, mulai dari standar ruangan hingga peralatan.


“Hanya memang untuk menjadi SPPG itu tidak gampang karena ada standar-standar yang harus dipenuhi. Hanya memang problemnya kalau pesantren menjadi SPPG kan harus punya modal. Sementara pesantren tidak banyak untuk itu (modal),” ujarnya.


Ia menyampaikan bahwa saat ini, ada 40 pesantren yang telah menjadi SPPG dalam program MBG. Sebagian besar di antaranya masih mendapat bantuan dari pihak ketiga, meskipun pengelolaannya tetap berada di lingkungan pesantren.


“Jika pesantrennya yang melaksanakan unit usaha itu maka berdaya, jadi santrinya bergizi akan menghasilkan anak-anak yang berprestasi, pesantrennya termandirikan,” pungkasnya.