Jakarta, NU Online
Kementerian Agama dalam merespons isu radikalisme/ekstrimisme lebih mengutamakan penanggulangan dan pemulihan. Penanggulangan dilakukan dengan edukasi masyarakat, penyuluhan, bimbingan masyarakat di sekolah, keluarga, pesantren, majelis taklim, serta sejumlah program seperti dialog, workshop, dan diklat. Pemulihan dilakukan dengan penyuluhan dan konseling, misalnya, terhadap eks-napi teroris.
“Keterlibatan tokoh agama sangat diperlukan dalam penanganan paham radikal,” demikian pesan yang disampaikan Kepala Badan Litbang dan Diklat, Abd. Rahman Mas’ud, saat berbicara mewakili Menteri Agama pada acara Rapat Koordinasi Intelijen Keamanan Polri yang diselenggarakan oleh Badan Intelijen Keamanan Polri, di Jakarta, Jumat (26/02) seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.
Hadir juga sebagai narasumber Menkopolhukam Jenderal (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan. Diskusi ini diikuti perwakilan intelkam (intelijen keamanan) Mabes Polri, intelkam Polda, dan pengemban intelkam di satker kepolisian lainnya.
Menurut Mas’ud, keterlibatan tokoh agama penting karena mereka merupakan pembimbing umat yang diharapkan bisa meluruskan paham keagamaan masyarakat/umat menuju paham keagamaan yang moderat/anti kekerasan. “Mereka perlu dilibatkan dalam beragam program kontra radikalisme dan moderasi,” ujarnya.
Terkait masalah munculnya gerakan keagamaan, Mas’ud menjelaskan bahwa Kementerian Agama telah melakukan berbagai upaya. Pertama, mencermati, mengkaji, menginventarisasi, dan menganalisa berkembangnya gerakan-gerakan keagamaan “sempalan” (atau bermasalah). Kedua, melakukan treatment kepada kelompok-kelompok (kecil) yang telah menyebabkan keresahan dalam masyarakat, dengan beragam pendekatan: keamanan dan keagamaan. Ketiga, menjaga umat agar tidak tertarik dan/atau terpengaruh dengan serangan atau godaan kelompok-kelompok tersebut. Red: Mukafi Niam