Ketua PBNU Sebut Akan Terjadi Dinamika Politik yang Menarik Jika PDIP Jadi Oposisi
Rabu, 20 Maret 2024 | 11:15 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menyebut bahwa akan terjadi dinamika politik yang menarik, jika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memilih untuk berperan sebagai partai oposisi.
"Jadi saya itu sudah lama punya kesimpulan bahwa PDIP itu kalau tampil sebagai partai oposisi itu kelihatan jeniusnya," ujarnya dalam diskusi Enlightenment Ramadhan dengan tema Islam dan Isu-Isu Terakhir: Salafisme, Hilal, dan Pemilu disiarkan langsung di Instagram @caknursociety, Selasa (18/3/2024).
Gus Ulil menjelaskan bahwa yang dibutuhkan adalah partai di parlemen yang dapat berperan sebagai penyeimbang terhadap pemerintah yang kuat.
Ia mencatat, sejak era SBY hingga 10 tahun pemerintahan Jokowi yang kedua, tidak pernah terlihat adanya kekuatan politik di luar pemerintahan yang cukup signifikan.
"Belum tentu ya tetapi, karena kita belum tahu keputusan PDIP seperti apa, saya sih berharap PDIP menjadi kekuatan oposisi yang bagus," terangnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, di masyarakat saat ini ada kekuatan kritis yang juga besar. Menurutnya, hal ini menandakan bahwa mereka akan memasuki suatu era politik yang baik.
"Menurut saya, politik itu harus mengandaikan adanya sirkulasi, setelah 10 tahun partai berkuasa yaitu PDIP dan koalisinya, maka perlu koalisi baru, supaya terjadi penyegaran. Karena kalau partai itu berkuasa terlalu lama di parlemen atau pemerintahan, itu kurang bagus, 10 tahun bagi saya itu masa yang ideal. Jika itu terjadi dalam politik kita, akan terjadi sirkulasi kekuasaan yang bagus," pungkasnya.
Sebelumnya, ketika ditemui NU Online di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta pada Kamis (15/2/2024), Gus Ulil mengatakan pentingnya kekuatan oposisi yang kukuh sebagai penyeimbang pemerintahan Indonesia mendatang di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Menurutnya, pihak oposisi yang dinilai kuat sebagai penyeimbang pemerintahan Prabowo-Gibran itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusung Anies-Muhaimin, serta Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan sebagai pengusung Ganjar-Mahfud.
"Artinya suara dia (PDIP) kalau digabungkan dengan suara PKS itu lebih dari 25 persen, itu ideal sekali kan. Kalau ditambah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) misalnya, atau ditambah partai lain bisa 30 persen bahkan 35 persen," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa di masa pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin ada hal-hal yang kurang bagus sebagai negara demokrasi, salah satunya sangat kurang peran pemberi kritik terhadap pemerintah.
"Ada hal yang kurang bagus pada masa Pak Jokowi kemarin, saya paham, yaitu kurangnya kekuatan-kekuatan pemberi kritik yang signifikan, baik di dalam parlemen maupun di luar parlemen, (oposisi) itu lemah," pungkasnya.