Kunjungan dari Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) di Kantor PBNU Jl Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Senin (4/4/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menerima kunjungan dari Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) di Kantor PBNU Jl Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Senin (4/4/2022).
Baca Juga
Dua Orang Tionghoa dan Jimat NU
Gus Yahya dalam kesempatan tersebut menekankan pentingnya silaturahim antar umat beragama untuk menciptakan kerukunan. “Bercampur dan berbaur antar umat beragama sangat penting agar tidak menghambat terciptanya kerukunan,” kata Gus Yahya.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang itu juga menceritakan, keluarganya memiliki hubungan cukup dekat dengan etnis Tionghoa. Sayangnya, kedekatan itu hanya dialami sampai generasi pamannya saja.
“Nah, dari sana saya berpikir kenapa ada perubahan seperti itu hingga membuat anak-anak generasi saya tidak dapat berbaur sebagaimana generasi-generasi sebelumnya,” ucap Gus Yahya.
“Ternyata hadirnya sekat-sekat kecil yang membuat itu berubah,” sambung dia.
Baca Juga
Gus Dur Panutan Etnis Tionghoa
Karenanya, ia berharap pertemuannya dengan Perhimpunan INTI dapat menjadi jalan terciptanya kerukunan antar umat beragama ataupun antar etnis di Indonesia.
“Saya kira ini perlu kita (PBNU dan INTI) pikirkan lewat berbagai kegiatan yang positif seperti ruang-ruang dialog antar umat beragama,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan INTI Candra Jap menyampaikan, pihaknya menyambut baik ajakan Gus Yahya terkait kegiatan positif tersebut. Terlebih INTI dan PBNU memiliki visi yang sama yaitu kemanusiaan dan kebangsaan.
“Terima kasih sekali atas sambutannya Gus Yahya, berbicara INTI dan PBNU adalah semata-mata tentang kemanusiaan dan kebangsaan,” terang Candra.
Sebagai informasi, perhimpunan INTI didirikan pada tahun 1999 untuk mengatasi berbagai masalah yang menyangkut etnis Tionghoa, seperti diskriminasi.
Eksistensi Perhimpunan INTI tidak bisa dilepaskan dari Gus Dur, yang salah satunya tetap menginginkan agar organisasi ini tetap memegang identitas Tionghoa dalam nama organisasinya.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin