Jakarta, NU Online
KH Abdul Wahab Chasbullah adalah seorang ulama inisiator dan pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia yakni, Nahdlatul Ulama (NU). Kiai Wahab lahir di Jombang pada tanggal 31 Maret 1888 dan wafat pada tanggal 29 Desember 1971.
Kiai Wahab Chasbullah merupakan seorang ulama yang bisa disebut komplet karena selain ahli di bidang ilmu agama, ia juga memiliki ilmu kanuragan, seorang pedagang, dan juga memiliki jiwa seni yang tinggi. Pemikiran dan perjuangan kiai yang melintasi ruang dan waktu yang hingga saat ini masih relevan dan urgen untuk tetap dilestarikan
Demikian beberapa poin yang diungkapkan dalam Webinar Nasional KH Abdul Wahab Chasbullah; Peran dan Pemikiran dalam Konteks Kekinian. Acara diselenggarakan oleh Kyai Wahab Foundation (KWF), PCNU Jakarta Pusat, IKABU Jabodetabek, Himabi Jakarta dan Penerbit Jejak, Jumat (5/2).
Ketua Lesbumi PBNU, KH Agus Sunyoto menjelaskan bahwa Kiai Wahab adalah tokoh yang memimpin rombongan Komite Hijaz. Komite ini membawa pesan dari kalangan ulama tradisional untuk melobi Raja Saudi penguasa baru di Tanah Arab agar memelihara warisan-warisan Islam zaman Rasulullah dan sahabat. Komite juga meminta diperbolehkannya kehidupan bermadzhab, sehingga penggusuran makam Rasulullah dan yang lainnya bisa digagalkan.
Dalam konteks nasional, Agus Sunyoto pernah mendapat penjelasan dari Gus Dur, bahwa Kiai Wahab pengetahuannya dan pemahamannya luar biasa tentang eksistensi golongan, partai politik dan ideologi. Dengan latar belakang dari pesantren tidak bisa dianggap remeh. Justru dengan penguasaan geopolitik itulah Kiai Wahab membawa NU keluar dari Masyumi. Karena posisi NU didalam Masyumi tidak menguntungkan secara sosial politik.
"Kiai Wahab adalah ulama yang ahli ushul fqih, yang selalu beliau gunakan sebagai pisau analisis dalam mengambil keputusan politik maupun dalam menerima pemikiran-pemikiran dari luar meskipun berbeda yang ujungnya dijadikan partner dalam berjuang," kata Agus Sunyoto.
Sedangkan, Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Ali Munhanif menyampaikan Kiai Wahab merupakan pelopor, arsitek, desainer, bahkan engine gerakan NU. Ia melihat Fiqh Wathoniyah (Fiqih Kebangsaan) yang dikembangkan Kiai Wahab menjadi landasan penting dalam menangkap pluralisme atau semangat kemajemukan yang dimiliki umat Islam di Indonesia.
Semangat kemajemukan negeri ini sudah lahir sejak awal kemerdekaan ketika ulama NU membayangkan tentang kecintaan kepada tanah air sebagai landasan untuk munculnya sebuah negara merdeka yang dihuni warga negara yang bermacam-macam terlepas dari identitas keagamaan maupun ideologi politik yang dimiliki.
"Kiai Wahab telah mengantarkan landasan berfikir tentang nasionalisme Indonesia melampaui zamannya. Lagu Ya lal Wathon yang diciptakan sebelum kemerdekaan, hari ini bisa dinyanyikan oleh siswa BPK Penabur dengan fasih dan tanpa beban. Semangat kemajemukan dalam bingkai nasionalisme sedang menemukan momentumnya saat ini," kata Ali Munhanif.
Pembentukan Nahdlatut Tujjar sendiri merupakan semacam asosiasi perdagangan muslim pribumi yang merespon dominasi kelompok kolonial di kota-kota besar. Kiai Wahab menginginkan kalangan pesantren berdaya secara ekonomi, sehingga leluasa dalam berdakwah.
Sebagai narasumber terakhir, Wasekjen PBNU Suwadi D Pranoto, menjelaskan posisi Kiai Wahab sebagai muharrik di NU. Muharrik yang bermakna penggerak benar-benar diejawantahkan oleh Kiai Wahab dalam melakukan konsolidasi dengan kiai-kiai di Nusantara, maupun saat masih belajar di Makkah.
"Untuk menjelaskan sebuah keputusan baik di NU maupun negara Kiai Wahab tidak hanya melalu mimbar-mimbar resmi, tapi 'blusukan' silaturahim ke pelosok-pelosok Jawa dan luar Jawa untuk menjelaskan maksud dan tujuan keputusan itu diambil kepada para kiai dan para tokoh," kata Suadi.
Dalam diskusi ini juga dilakukan peluncuran buku berjudul Pluralitas dalam Bingkai Nasionalisme; Telaah atas Pemikiran dan Perjuangan KH Abdul Wahab Hasbullah karya Muhammad Izzul Islam An-Najmi (Gus Amik), cucu KH Abdul Wahab Chasbullah.
Buku ini mengupas tuntas mengenai pemikiran Kiai Wahab mulai dari sudut pandang Kiai Wahab sebagai seorang pengasuh pesantren, pemikir, tokoh bangsa, guru dan sosok ayah. Buku ini ditulis untuk memberikan alternatif baru tentang pemikiran dan perjuangan Kiai Wahab. Terutama berkaitan dengan nilai-nilai pluralitas yang dibingkai semangat nasionalisme dan konsep Islam berbasis kontruksi pluralitas keberagamaan.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Alhafiz Kurniawan