Tapaki Jejak Sejarah, ISNU Pidie Ziarah Makam Wali di Kota Santri Bireuen pada Akhir Ramadhan
Sabtu, 29 Maret 2025 | 22:00 WIB
Helmi Abu Bakar
Kontributor
Bireuen, NU Online
Di sebuah pagi yang diselimuti embun dan diterangi cahaya subuh, rombongan Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Pidie berangkat dari pusat kota Pidie dengan tujuan mengunjungi makam-makam waliyullah yang telah menjadi saksi bisu perjuangan dakwah dan pengabdian umat, pada akhir Ramadhan 1446 H, Jumat (28/3/2025).
Perjalanan ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga mengandung makna mendalam untuk mengingat kembali akar keislaman dan mengukuhkan identitas spiritual masyarakat Aceh.
Di tengah perjalanan, Tgk Nanda Saputra dan Tgk Iswadi, seorang ulama muda sekaligus Wakil Rais Syuriah PCNU Bireuen, berbagi pandangan tentang pentingnya melestarikan warisan para ulama.
Langit subuh menguning, angin sepoi-sepoi menyapa wajah para jamaah yang tengah bersiap mengarungi perjalanan menuju dua makam yang sangat dihormati.
Tgk Nanda Saputra, Ketua PC ISNU Pidie, menyatakan, setiap langkah dalam ziarah ini adalah pengingat akan perjuangan ulama yang rela berkorban demi menyebarkan cahaya Islam.
Sementara itu, Tgk Iswadi yang akrab disapa Abah Laweung, ulama muda asal Kota Santri Bireuen, menambahkan bahwa perjalanan ini tak hanya menguatkan keimanan, tetapi juga menjadi momen penting untuk mengenal sejarah keislaman Aceh yang sarat nilai moral dan intelektual.
Baginya, peran pemuda dalam meneruskan tradisi ini sangat penting untuk menjaga agar nilai keilmuan tidak hilang ditelan zaman.
Makam Tgk Chik Awe Geutah
Rombongan pun tiba di kawasan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen. Di sana ada makam Tgk Chik Awe Geutah. Makam yang dikelilingi pepohonan raksasa ini menyimpan sejarah panjang seorang ulama yang telah menorehkan ilmu dan kebijaksanaan. Di antara ukiran batu nisan yang sarat makna, para jamaah seolah mendengar bisikan doa dan pelajaran dari masa lalu.
“Tiap helai daun yang gugur seolah menceritakan perjalanan panjang dan pengabdian beliau,” ujar Tgk Nanda Saputra.
Ia menekankan bahwa di balik keheningan makam tersebut terdapat pesan untuk menanamkan nilai akhlak dan kecintaan kepada Allah. Ia mengingatkan bahwa ilmu yang diajarkan Tgk Chik Awe Geutah tak hanya mencakup fiqih dan tafsir, tetapi juga mengandung dimensi tasawuf yang mengajak setiap insan untuk mengasah jiwa agar selalu terhubung dengan Sang Pencipta.
Tgk Iswadi yang juga akademisi UNISAI Samalanga menambahkan bahwa keberadaan makam tersebut bukan sekadar situs bersejarah, melainkan simbol kekuatan spiritual yang terus hidup di kalangan santri dan masyarakat Aceh.
Ia mengajak pemuda untuk mengambil hikmah bahwa ilmu dan amal harus berjalan beriringan, sehingga warisan para ulama dapat menjadi sumber inspirasi dalam menghadapi dinamika zaman.
Menurutnya, sejak Azyumardi Azra meneliti jaringan ulama Nusantara pada abad XVII-XVII, didapati hubungan Aceh dengan Haramain (Mekkah dan Madinah) yang telah membawa gagasan pembaharuan Islam di Nusantara. Kehadiran Chik Awe Geutah di Aceh tidak lepas dari jaringan ulama pada abad ke-17 dan 18.
Abah Laweung menambahkan bahwa menurut peneliti sejarah Aceh M Adli Abdullah, Tgk Chik Awe Geutah yang nama aslinya Syekh Abdurrahim Bawarith al-Asyi adalah anak Syekh Jamaluddin Al-Bawaris dari Zabid Yaman. Bersama adiknya Syaikh Abdussalam Bawarith al-Asyi, dan tujuh ulama lain, di antaranya Teungku di Kandang dan Syaikh Daud Ar Rumi, mereka berangkat ke Aceh.
Sampai sekarang, keturunan Chik Awe Geutah bermukim di sekitar kuburannya di Awe Geutah, Peusangan. Dari wilayah itu, Chik Awe Geutah menyiarkan Islam ke seluruh pelosok Serambi Makkah dengan berkonsentrasi pada ilmu tafsir, hadits, fiqih dan tasawuf. Sementara adiknya yang menetap di Samalanga, mendirikan Dayah Cot Meurak.
Catatan sejarah, kedua cendekia Nuslim itu (Syekh Abdurrahim dan Syekh Abdussalam) sebelum merantau ke kerajaan Aceh dititipkan oleh orang tua mereka kepada Ali ibn Az-Zain Al-Mizjaji di Zabid, Yaman, yang kemudian belajar di Makkah dan Madinah. Pengajian beliau pada Syekh Al-Mizjaji di Zabid dapat diketahui dari salah satu manuskrip di Awe Geutah.
Terdapat catatan-catatan sanad Al-Azkar dan Riyadh al-Shalihin karya Imam an-Nawawi tentang sanad hadits pengalihan kiblat (hadits musalsal), dan di dalam silsilah ratib Haddad yang terdapat di antara lembaran-lembaran manuskrip tersebut.
Prof Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama menyebutkan, Syekh Al-Mizjaji ini juga guru dari Murthadha Az-Zabidi (wafat 1205 H), pengarang Taj Al-ëUrus min Jawahir Al-Qamus dan Ithaf As-Saadah Al-Taj Al-íUrus min Jawahir Al-Qamus, dan Ithaf As-Sadah Al-Muttaqin. Murthadha Az-Zabidi kemudian merantau ke Mesir dan menjadi ulama terkemuka di sana
Doa dan pesona alam di sekitar makam
Sesaat sebelum memasuki kawasan makam, terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang mengalun lembut, menciptakan suasana khidmat yang seolah menghentikan waktu.
Bau kemenyan yang menyatu dengan aroma tanah basah memberikan nuansa yang menenangkan, seolah mengembalikan setiap jiwa kepada makna kehidupan yang hakiki. Para jamaah menaburkan bunga sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan pengorbanan ulama.
“Tiap doa di sini adalah bentuk cinta kepada mereka yang telah mengabdikan hidupnya untuk membimbing umat,” ujar Tgk Nanda Saputra sambil memandang ke arah pusara.
Jejak Habib Bugak, dari Aceh ke Tanah Suci
Setelah mengenang perjalanan hidup Tgk Chik Awe Geutah, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Makam Habib Bugak di Desa Pante Peusangan, Kecamatan Jangka.
Di sinilah tersimpan kisah inspiratif dari Habib Bugak, ulama keturunan Arab yang dikenal sebagai pelopor wakaf produktif. Nama lengkapnya, Habib Abdurrahman bin Alwi bin Syekh bin Ahmad Al Habsyi, melekat sebagai simbol pengabdian dan kasih sayang kepada umat, terutama jamaah haji asal Aceh.
Di Makkah, Habib Bugak telah mewakafkan sejumlah properti untuk memudahkan jamaah haji dalam menunaikan ibadah. Konsep wakaf produktif yang ia terapkan bukan hanya meringankan beban biaya, tetapi juga menciptakan sumber pendapatan berkelanjutan yang menggerakkan kesejahteraan umat.
“Habib Bugak mengajarkan bahwa harta dunia harus dimanfaatkan untuk kebaikan bersama, agar setiap jamaah haji tidak merasa terbebani saat menunaikan ibadah,” terang Tgk Iswadi.
Menurutnya, keberadaan wakaf tersebut adalah bukti nyata bahwa keislaman yang sejati melibatkan pengorbanan dan kepedulian sosial.
Makam Habib Bugak, meskipun sederhana, menyimpan kisah tentang perjuangan dalam menghadapi keterbatasan zaman. Setiap nisan dan ukiran pada makam itu mengandung nilai perjuangan, di mana semangat melayani dan cinta kepada sesama diabadikan untuk dikenang generasi penerus.
Menggali nilai sejarah
Ziarah ini tidak hanya menghadirkan nuansa keindahan alam dan keheningan sejarah, tetapi juga mengajarkan pentingnya pelestarian warisan keislaman.
Tgk Nanda Saputra menegaskan bahwa setiap langkah ziarah merupakan bentuk komitmen untuk meneruskan perjuangan para ulama dalam membangun masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai keilmuan dan keikhlasan.
“Tiap detik yang kita lewati di makam ini adalah pelajaran tentang keberanian, kejujuran, dan pengorbanan. Kita harus mengisi relung hati dengan ilmu dan kebaikan, agar warisan para ulama tak pernah pudar,” ujarnya dengan nada penuh haru.
Sementara Tgk Iswadi, yang dikenal sebagai ulama muda penuh semangat, menambahkan bahwa peran generasi muda sangat krusial untuk menjaga agar nilai keilmuan tetap hidup.
“Kita harus belajar dari sejarah agar tidak terjerumus pada materi semata, melainkan menjadikan ilmu sebagai bekal untuk menghadapi tantangan zaman,” pungkasnya.
Membangun jembatan masa lalu dan masa depan
Di tengah modernisasi yang semakin cepat, nilai-nilai luhur yang ditanamkan oleh para ulama seperti Tgk Chik Awe Geutah dan Habib Bugak tetap relevan. Tgk Nanda Saputra dan Tgk Iswadi bersama para jamaah berharap agar warisan tersebut tidak hanya dikenang, tetapi juga diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Ilmu dan wakaf harus disinergikan, sehingga kita mampu mengubah tantangan menjadi peluang bagi kemajuan umat,” jelas Tgk Nanda Saputra.
Ia menekankan bahwa pendidikan Islam yang kokoh serta konsep wakaf produktif adalah kunci untuk membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.
Tgk Iswadi pun mengajak generasi muda untuk terus menggali ilmu, berinovasi, dan mengabdi kepada masyarakat dengan semangat yang tak pernah padam.
Melalui setiap doa, setiap cerita yang disampaikan, dan setiap langkah yang diambil dalam perjalanan ziarah, para peserta merasa terinspirasi untuk meneruskan perjuangan para pendahulu.
Mereka menyadari bahwa sejarah bukanlah sesuatu yang hanya terukir di masa lalu, melainkan juga sumber energi dan semangat untuk membangun masa depan.
Saat senja mulai merunduk dan warna langit berubah menjadi jingga keemasan, rombongan berkumpul kembali untuk merenungi setiap detik perjalanan. Dalam keheningan yang penuh makna,
Tgk Nanda Saputra mengajak semua untuk menyatukan doa dan harapan, agar setiap amal kebaikan yang dilakukan menjadi jembatan menuju masa depan yang penuh berkah.
“Kita telah menapak jejak sejarah. Semoga setiap langkah kita ke depan selalu terinspirasi oleh teladan para ulama, sehingga nilai keilmuan dan pengabdian tetap hidup dan berkembang,” ungkapnya.
Tgk Iswadi juga pimpinan Dayah MADAH Simpang Mamplam Bireuen pun menambahkan bahwa perjalanan ini adalah panggilan jiwa untuk terus menjaga tradisi keislaman yang telah mengukir sejarah panjang di Aceh.
Ia mengajak para pemuda dan seluruh masyarakat untuk menjaga agar warisan para ulama tidak hanya tersimpan dalam buku, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata yang membawa kemaslahatan bagi seluruh umat.
Menatap masa depan dengan semangat
Dalam penutup pertemuan, Tgk Nanda Saputra dan Abah Laweung mengajak para jamaah untuk terus merawat dan mengembangkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan. Mereka menegaskan bahwa setiap doa, setiap amal, dan setiap langkah adalah investasi untuk masa depan yang penuh harapan.
“Mari kita bersama-sama menjaga dan meneruskan tradisi keislaman yang telah menjadi jati diri Aceh, sehingga setiap generasi dapat terus meraih keberkahan dan kemajuan,” pesan mereka.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menjaga Ketakwaan di Setiap Keadaan
2
Khutbah Jumat: Pasca-Puasa dan Zakat, Teruslah Menebar Manfaat
3
Khutbah Jumat: Jangan Sampai Ramadhan Kita Sia-Sia
4
Khutbah Jumat: Tetap Istiqamah Menghidupkan Ibadah Malam
5
Kendaraan Arus Balik Mulai Merayap, Catat Jadwal One Way, Contraflow, dan Ganjil-Genap
6
Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Cilacap dan Sekitarnya, Getaran hingga ke Yogyakarta
Terkini
Lihat Semua