Jombang, NU Online
Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno diketahui berkali-kali meminta pertimbangan tokoh besar Nahdlatul Ulama (NU) KH A Wahab Chasbullah terkait Papua Barat.
Dari pertimbangan tersebut lahirlah Trikora pada tanggal 19 Desember 1961. Trikora diumumkan di alun-alun utara Yogyakarta.
Informasi ini diceritakan oleh KH A Muwafiq saat mengisi acara di Pendopo Kabupaten Jombang, Rabu (23/9) malam. Menurutnya, ia mendapat informasi tersebut dari KH Dimyati Rais.
“Saya dapat cerita para sesepuh, terakhir dapat dari Mbah Dimyati Rais, dapat cerita dari KH Saifuddin Zuhri. Untuk memutuskan Irian Barat itu Bung Karno konsultasi minta pertimbangan ke KH Wahab Chasbullah sampai tiga kali dan Kiai Wahab bilang 'tunggu, tunggu, saya buka kitab dulu',” jelasnya.
Menurutnya, sikap Bung Karno ini menunjukkan bagaimana anak bangsa bersatu memikirkan negaranya. Suatu contoh yang harus diwariskan oleh generasi terkini.
Hal ini juga melambung akan persatuan dua kelompok yaitu hijau dan abang atau merah. Hijau (Nahdlatul Ulama) diwakili Kiai Wahab dan abang diwakili Soekarno.
“Mas Sumrambah (Wakil Bupati Jombang) sampaikan ke Bu Megawati, jangan tinggalkan kaum santri dalam membangun bangsa. Tiru Bung Karno,” pinta Gus Muwafiq.
Persatuan antara Bung Karno dan Kiai Wahab dalam merawat Indonesia membuat Indonesia konsisten berada di tengah. Tidak ke kiri mengikuti komunis, kapitalis atau Islam kanan yang diwakili Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII) pada tahun (1949-1962).
“Indonesi dari dulu punya prinsip berada di tengah, pernah ke kiri oleh PKI tidak bisa. Diajak ke kanan oleh DII/TII juga tidak bisa,” ujar Gus Muwafiq.
Alumni Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Uinsuka) Yogjakarta ini menggariskan bahwa sejak dulu perjuangan ulama seperti Kiai Wahab Chasbullah selalu untuk negara dan agama. Menyatukan keduanya dalam satu tarikan nafas.
Terlihat bagaimana trik Kiai Wahab merukunkan elit politik Indonesia era Soekarno dengan mencetuskan halal bi halal. Hingga kini warisan tersebut masih terus berjalan di masyarakat maupun elit politik.
“Tiga tugas yang dicontohkan ulama, menjaga keamanan bangsa dan negara, menjaga kelangsungan kehidupan manusia dan menjaga kelangsungan agama. Sayang, banyak yang semakin melupakan sejarah,” tandasnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin