Jakarta, NU Online
Korupsi yang sudah mengakar, hanya bisa diselesaikan lewat revolusi kebudayaan. Korupsi yang menggurita bukan saja persoalan hukum. Jejaring korupsi ini sudah memasuki ranah kebudayaan. Dengan demikian, persoalan korupsi juga bagian persoalan kebudayaan.
<>
Hal ini disampaikan oleh KH Masdar Farid Mas‘udi, Ketua PBNU kepada NU Online di halaman parkir Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, usai diskusi terbatas, ‘Review UU APBN 2013: Apakah Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat atau Sebesar-besarnya Kemakmuran Pejabat?’, belum lama ini.
Kesadaran mental bahwa negara berikut asetnya adalah milik rakyat, harus dipertajam. Terobosan kesadaran sebagai sebuah revolusi kebudayaan akan membabat habis perilaku korupsi yang terasumsi wajar oleh sejumlah elit, tegas ketua PBNU.
Bagi Masdar, revolusi kebudayaan sebagai pencerahan mental, perlu digerakkan. Pencerahan mental ini akan mengubah cara masyarakat memandang negara dan asetnya. Sementara perubahan yang ada sejauh ini masih bersifat transfer dan pergantian penguasa.
Menurut Masdar, tindakan korupsi masih dianggap remeh. Perilaku korupsi masih dianggap bukan persoalan besar yang menyangkut kepentingan banyak pihak. Korupsi dipandang kewajaran oleh elit pemerintah khususnya, masyarakat luas pada umumnya.
Kesadaran kuat saat ini masih membenak bahwa negara ini milik para penguasa. Negara dan segala bentuk asetnya, masih disadari sebagai milik penguasa. Kesadaran ini mendukung kewajaran tindak korupsi sebagai bentuk lahirnya, imbuh Mashdar.
Sebelum masuk ke mobil untuk meninggalkan lokasi diskusi, Masdar menegaskan bahwa kesadaran mental masyarakat terhadap negara dan asetnya masih belum beranjak dari kesadaran masyarakat feodal. Artinya, elit penguasa termasuk masyarakat pada umumnya masih menyadari bahwa negara dimiliki oleh para pemegang kekuasaan.
Redaktur : Hamzah Sahal
Penulis : Alhafiz Kurniawan