Nasional

Kiai Miftach Moratorium Digdaya Persuratan, Gus Yahya Terbitkan Surat Sanggahan

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:45 WIB

Kiai Miftach Moratorium Digdaya Persuratan, Gus Yahya Terbitkan Surat Sanggahan

Gedung PBNU Jalan Kramat Raya 164 Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Persoalan di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kini berlanjut ke problem Digdaya Persuratan. Melalui Surat Instruksi dan Surat Edaran, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar melakukan moratorium atau penangguhan terhadap Digdaya Persuratan. Namun, moratorium tersebut disanggah oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dengan berbagai alasan dan pertimbangan.


Surat Instruksi

Pada mulanya, KH Miftachul Akhyar menerbitkan Surat Instruksi Nomor 4795/PB.23/A.ΙΙ.08.07/99/12/2025 pada 1 Desember 2025. Surat yang ditandatangani Kiai Miftach seorang diri itu adalah tentang Instruksi Penangguhan Digdaya Persuratan Tingkat PBNU. Surat ini ditujukan kepada Amin Said Husni, Wakil Ketua Umum PBNU Bidang OKK/Pengarah Tim Transformasi Digital PBNU.

 

Kiai Miftach mendasarkan instruksi itu pada Hasil Keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025 di Jakarta dan keterangan pers Rais Aam PBNU pada 29 November 2025. Kedua hal ini menjadi lampiran dari Surat Instruksi.


"Dengan ini kami instruksikan kepada Saudara (Amin Said Husni) untuk menghentikan (atau) menangguhkan implementasi Digdaya Persuratan Tingkat PBNU sampai dengan selesainya proses investigasi yang akan dilakukan oleh Tim Pencari Fakta. Dengan demikian, maka semua produksi surat yang dihasilkan melalui Digdaya Persuratan terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat instruksi ini kami nyatakan tidak sah," demikian bunyi Surat Instruksi Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar.


Surat Edaran

Kemudian Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menerbitkan Surat Edaran bernomor 4820/PB.01/Α.ΙΙ.10.01/99/12/2025 tentang Moratorium Implementasi Digdaya Persuratan Tingkat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, pada 16 Desember 2025.


Surat Edaran ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari Hasil Keputusan Rapat Pleno PBNU pada 9 Desember di Hotel Sultan, Jakarta. Surat ini ditandatangani oleh Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Katib Aam PBNU Kelompok Sultan Prof M Nuh, Pj Ketum PBNU Kelompok Sultan KH Zulfa Mustofa, dan Sekretaris Jenderal PBNU Kelompok Sultan H Saifullah Yusuf.


Selain itu, Surat Edaran ini diterbitkan dengan merujuk pada berbagai ketentuan dan dokumen organisasi NU. Pertama, Pasal 14 dan Pasal 18 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama. Kedua, Pasal 58-59, Pasal 61, Pasal 64, Pasal 67, dan Pasal 71 Anggaran Rumah Tangga Nahdatul Ulama. Ketiga, Pasal 7 Ayat (4), Pasal 8 Ayat (1), Pasal 9 dan Pasal 20 Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2025 tentang Rapat.


Keempat, Pasal 8 Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan. Kelima, Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelesaian Perselisihan Intemal.


Keenam, Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pedoman Administrasi. Ketujuh, Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor 01/X/2023 tentang Pedoman Pemberhentian Pengurus, Pergantian Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan pada Perkumpulan Nahdlatul Ulama.


Kedelapan, Surat Instruksi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor 4795/PB. 23/A11.08.07/99/12/2025 tanggal 10 Jumadal Akhirah 1447 H/01 Desember 2025 M. Kesembilan, Hasil Keputusan Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan pada Selasa, 9 Desember 2025 di Jakarta.


Surat Edaran ini disampaikan kepada Mustasyar PBNU, Pengurus Besar Harian Syuriyah, Pengurus Besar Harian Tenfidziyah, Ketua Lembaga PBNU, Ketua Badan Khusus PBNU, PWNU dan PCNU se-Indonesia, Badan Pelaksana Penyelenggara Perguruan Tinggi Universitas NU, Rektor/Pimpinan Perguruan Tinggi di Lingkungan NU, serta Badan Pengelola Rumah Sakit Fasilitas Kesehatan NU.


Sementara tembusan Surat Edaran ini disampaikan kepada Menteri Hukum RI, Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Sekretaris Negara RI, Direktur Utama Peruri, dan Direktur Digital Business Peruri.


Melalui Surat Edaran ini, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menegaskan implementasi Digdaya Persuratan PBNU ditangguhkan sementara, terhitung mulai tanggal diterbitkannya Surat Instruksi Rais Aam Nomor 4795/PB.23/A.11.08.07/99/12/2025 pada 1 Desember 2025 sampai dengan selesainya proses investigasi secara menyeluruh terhadap penyimpangan tata kelola Digdaya Persuratan yang berlangsung sejak 21 Oktober 2025.


"Dengan demikian, maka semua surat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan/atau Lembaga dan Badan Khusus di Lingkungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang diterbitkan melalui platform Digdaya Persuratan setelah tanggal diterbitkannya Surat instruksi Rais Aam sebagaimana dimaksud adalah tidak sah," begitu bunyi Surat Edaran yang ditandatangani KH Miftachul Akhyar.


Kemudian, Surat Edaran ini memberikan 4 poin prosedur penerbitan surat di lingkungan PBNU, termasuk bagi Lembaga dan Badan Khusus PBNU.


Pertama, penerbitan surat PBNU dilaksanakan oleh tim Sekretariat Jenderal PBNU yang dikoordinasikan oleh Saifullah Yusuf (Gus Ipul) selaku Sekretaris Jenderal PBNU.


Kedua, penerbitan surat Lembaga dan Badan Khusus di lingkungan PBNU dilaksanakan oleh tim sekretariat/staf masing-masing lembaga di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal PBNU.


Ketiga, proses pembubuhan stempel digital Peruri Tera untuk surat Lembaga dan Badan Khusus di lingkungan PBNU dilakukan oleh Sekretariat Jenderal PBNU.


Keempat, penerbitan surat Lembaga dan Badan Khusus di lingkungan PBNU yang tidak memenuhi prosedur sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan 3 di atas, dinyatakan tidak sah.


Sanggahan Gus Yahya

NU Online menerima berkas surat bernomor 4900/PB.01/Α.Ι.01.08/99/12/2025 tentang Penegasan Keabsahan Kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Sanggahan atas Moratorium Implementasi Digdaya Persuratan.


Surat ini ditandatangani oleh Rais Syuriyah PBNU Kelompok Kramat KH A Mu'adz Thohir, Katib Aam PBNU Kelompok Kramat KH Akhmad Said Asrori, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dan Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Kelompok Kramat H Najib Azca.


Surat penegasan dan sanggahan ini diterbitkan pada hari yang sama dengan terbitnya Surat Edaran Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, yakni pada 16 Desember 2025.


Surat ini juga ditujukan kepada Mustasyar PBNU, Pengurus Besar Harian Syuriyah, Pengurus Besar Harian Tanfidziyah, Ketua Lembaga PBNU, Ketua Badan Khusus PBNU, PWNU dan PCNU se-Indonesia, Badan Pelaksana Penyelenggara Perguruan Tinggi Universitas NU, Rektor/Pimpinan Perguruan Tinggi di Lingkungan NU, dan Badan Pengelola Rumah Sakit/Fasilitas Kesehatan NU.


Tembusan surat ini juga sama, yakni kepada Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Sekretaris Negara RI, Menteri Agama RI, Direktur Utama Peruri, dan Direktur Digital Business Peruri.


Surat ini diterbitkan bertujuan untuk menyikapi terbitnya Surat Edaran Nomor 4820/PB.01/A.II.10.01/99/12/2025 tentang Moratorium Implementasi Digdaya Persuratan. Berikut bunyi lengkap Surat Penegasan dan Sanggahan ini:


Di dalam surat ini tercantum pernyataan yang menegaskan bahwa Gus Yahya merupakan Ketua Umum yang sah sebagai Mandataris Muktamar Ke-34 NU di Lampung. Pemberhentiannya dinilai tidak sah karena dianggap melanggar AD/ART NU. Sebab pemberhentian Mandataris Muktamar NU hanya bisa dilakukan melalui forum Muktamar. Berikut petikan lengkap Surat Penegasan dan Sanggahan itu:


1. Keputusan Rapat Harian Syuriyah pada tanggal 20 November 2025 yang dijadikan sebagai dasar atas pemberhentian KH Yahya Cholil Staquf dari jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) secara nyata melanggar Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul Ulama. Mekanisme pemberhentian Ketua Umum sebagai Mandataris Muktamar hanya dapat dilakukan melalui Muktamar (vide Pasal 22 AD dan Pasal 40 ayat (1) huruf e ART) dan tidak dapat dilakukan melalui Rapat Harian Syuriyah. Oleh karena itu, keputusan tersebut cacat hukum dan batal demi hukum (null and void).


2. Implikasi dari batalnya keputusan tersebut adalah bahwa KH Yahya Cholil Staquf tetap sah menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan merupakan Mandataris Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama yang mengemban mandat kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hingga akhir masa khidmatnya. Hal ini juga dikukuhkan Pemerintah Cq. Kementerian Hukum dan HAM dalam SK Nomor AHU-0001097.AH.01.08 Tahun 2024 menegaskan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU.


3. Segala keputusan, kebijakan, tindakan, dan/atau kegiatan yang merupakan produk turunan atau kelanjutan dari Keputusan Rapat Harian Syuriyah tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada Hasil Keputusan Rapat Pleno PBNU pada 9 Desember 2025, dan Surat Instruksi Rais Aam Nomor 4795/PB.23/A.11.08.07/99/12/2025 perihal Instruksi Penangguhan Digdaya Persuratan Tingkat PBNU, serta Surat Edaran Nomor 4820/PB.01/A.II.10.01/99/12/2025 tentang Moratorium Implementasi Digdaya Persuratan Tingkat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, adalah tidak sah, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, dan batal demi hukum.


4. Ketidakabsahan dari Surat Edaran Nomor 4820/PB.01/A.II.10.01/99/12/2025 tentang Moratorium Implementasi Digdaya Persuratan Tingkat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tersebut juga sebab ditandatangani oleh pejabat yang tidak sah yaitu Prof. Dr. KH. Mohammad Nuh, DEA sebagai Katib Aam dan Dr. (HC) KH. Zulfa Mustofa sebagai Pejabat Ketua Umum. Kedua orang tersebut tidak memiliki hak untuk membubuhkan tanda tangan dalam keputusan maupun kebijakan resmi yang mengatasnamakan Katib Aam dan Pejabat Ketua Umum PBNU. Dalam hal pengakuan negara juga tidak tercantum nama keduanya dalam SK Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU-0001097.AH.01.08 Tahun 2024, karena itu mereka tidak memiliki legal standing untuk melakukan perbuatan hukum mewakili dan mengatasnamakan sebagai Katib Aam dan Ketua Umum PBNU.


5. Platform Digdaya Persuratan adalah instrumen vital dalam Strategi Transformasi Digital NU yang telah dicanangkan sebagai salah satu program prioritas PBNU. Platform ini telah berjalan dengan sangat baik, efektif, dan efisien, serta telah dirasakan manfaatnya secara luas dalam meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas tata kelola administrasi NU di tingkat global. Menghentikan implementasi Digdaya sama artinya dengan membawa jam'iyah pada kemunduran dan kembali ke era abad kesatu, serta akan mengakibatkan terganggunya tatanan organisasi (nidham al-jamiyyah) secara keseluruhan.


"Kami mengajak kepada seluruh jajaran Pengurus Besar, Lembaga, Badan Khusus, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, dan Pengurus Cabang istimewa Nahdlatul Ulama di seluruh dunia untuk tetap tenang, tidak terpengaruh oleh manuver-manuver yang inkonstitusional, dan terus menjalankan roda organisasi di bawah kepemimpinan Mandataris Muktamar yaitu Rais 'Aam KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf," demikian bunyi surat tersebut.