Kisah Kegigihan Yarsa Arnanda, Penyuluh Agama di Pedalaman Kalbar Berantas Buta Huruf Al-Qur'an
Kamis, 23 Oktober 2025 | 18:00 WIB
Yarsa Arnanda, seorang penghulu muda sekaligus penyuluh agama Islam di KUA Meranti, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, saat sedang mengajar seorang anak mengaji. (Foto: dok. pribadi/Yarsa)
Jakarta, NU Online
Di tengah rimbunnya hutan dan jalan berlumpur di pedalaman Kalimantan Barat, tepatnya di Kecamatan Meranti, Kabupaten Landak, kehidupan masyarakat berjalan dengan sederhana.
Sebagian besar warga di wilayah ini bukan pemeluk Islam, sehingga umat Muslim tergolong minoritas. Namun di tengah keterbatasan itu, ada seberkas cahaya yang berusaha menembus keterisolasian.
Cahaya itu datang dari seorang petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Meranti yang berjuang mendirikan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) bagi anak-anak di pedalaman.
Yarsa Arnanda, seorang penghulu muda yang juga bertugas sebagai penyuluh agama Islam di KUA Meranti, merasa prihatin melihat banyak anak Muslim di Desa Meranti belum bisa membaca Al-Qur’an. Keterbatasan sumber daya manusia membuatnya harus merangkap berbagai tugas, termasuk mengajar mengaji anak-anak.
Ia menyadari bahwa buta huruf Al-Qur’an bukan sekadar persoalan kemampuan membaca, melainkan soal fondasi keimanan yang harus ditanam sejak dini. Dari kesadaran itulah muncul gagasan mendirikan TPA, meski dengan segala keterbatasan yang ada.
“Kecamatan Meranti itu ada enam desa dengan 42 dusun. Dusun yang mayoritas agama Islam hanya tiga, yaitu Dusun Meranti Hulu, Dusun Meranti Hilir, dan Dusun Sembatu. Baik anak-anak hingga orang tuanya banyak yang belum bisa mengaji dengan baik dan benar sesuai ilmu tajwid,” ungkap Yarsa kepada NU Online, Selasa (21/10/2025).
Medan sulit, semangat tak pernah surut
Di Meranti, akses listrik masih terbatas, sinyal internet sering hilang, dan fasilitas belajar sangat minim. Buku Iqra, kitab agama, dan mushaf Al-Qur’an hanya tersedia dalam jumlah terbatas. Belum ada bantuan dari pemerintah untuk mendukung kegiatan TPA, sehingga sebagian besar kebutuhan dipenuhi melalui swadaya masyarakat.
“Di sini belum ada toko buku agama, jadi anak-anak yang belum punya iqra, kami bantu belikan dari Kota Pontianak. Papan tulis pun masih sederhana dan anak-anak belajar tidak menggunakan meja, jadi kalau menulis di bawah (lantai). Tapi niat belajarnya itu sangat luar biasa, walau dengan fasilitas seadanya,” ungkap Yarsa.
Untuk menuju dusun lain yang berpenduduk Muslim, salah satunya Dusun Sembatu di seberang Desa Meranti, Yarsa harus menempuh perjalanan sekitar delapan kilometer dari Dusun Meranti Hulu. Jalan yang dilalui bukan jalan beraspal, melainkan tanah berlumpur yang saat hujan dapat membuat kendaraan terperosok.
“Kalau musim hujan tiba, kami memilih melalui perahu motor dengan jarak tempuh satu hingga dua jam. Terkadang pun tidak musim hujan, jalanan sulit dilalui karena banyak lubang-lubang besar, jadi kalau naik motor bisa 1,5 jam hingga dua jam,” ujarnya.
Anak-Anak yang haus ilmu agama
Meski serba terbatas, semangat belajar anak-anak di Dusun Meranti Hilir dan Meranti Hulu begitu besar. Setiap hari sekitar 50 anak usia sekolah dasar datang ke TPA yang berlokasi di masjid pada siang hari.
Mereka menyapa “Pak Aca”, panggilan akrab untuk Yarsa, lalu duduk beralaskan tikar sambil membuka buku Iqra dengan penuh semangat.
“Anak-anak SD sudah datang 30 menit sebelum waktu zuhur, jadi mereka jam 11.30 sudah pada ke masjid. TPA berlangsung setelah shalat zuhur dan setelah shalat asar baru mereka pulang,” ucap Yarsa.
Sementara itu, anak-anak tingkat SMP datang sore hari sekitar pukul 16.00 dengan jumlah sekitar 15 orang. Pelajar SMA belajar pada malam hari dengan jumlah sekitar 10 orang.
Di bawah bimbingan Yarsa, anak-anak mulai mengenal huruf hijaiyah, menghafal doa-doa harian, serta mempelajari dasar-dasar fiqih yang antara lain tata cara wudhu, shalat, dan thaharah.
“Anak-anak mulai ada perkembangan, bisa membaca iqra, berwudhu dan shalat pun mereka sudah lebih baik dari sebelumnya,” ujarnya.
Sambutan hangat dari masyarakat
Inisiatif Yarsa mendirikan TPA mendapat sambutan hangat dari tokoh agama setempat dan para orang tua. Mereka melihat perubahan nyata pada anak-anak sejak kegiatan tersebut berjalan empat bulan terakhir.
“Anak-anak sekarang jadi senang shalat berjamaah di masjid, yang dulu hanya tiga empat orang, sekarang sudah banyak, masjid jadi makmur,” ujarnya.
Yarsa berharap kegiatan TPA ini tidak berhenti di tengah jalan agar fondasi keimanan yang telah mulai tertanam dapat terus dijaga dan dikembangkan.
“Semoga TPA ini tetap bisa berjalan sampai kapan pun, kami udah membangun pondasi nanti mereka tinggal melanjutkan. Semoga dengan adanya TPA ini khususnya anak-anak generasi muda, Kecamatan Meranti punya pemahaman agama yang bagus, berdampak pada perilaku sehari-hari atau nanti ketika mereka mau melanjutkan pendidikan ke pesantren,” ujar Yarsa.