Nasional

Kongres Keluarga Maslahat NU Bakal Sorot Kesehatan Mental Generasi Muda

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:00 WIB

Kongres Keluarga Maslahat NU Bakal Sorot Kesehatan Mental Generasi Muda

(dari kiri ke kanan) Ketua PBNU Hasanuddin Ali dan Alissa Wahid serta Wakil Sekjen PBNU Ai Rahmayanti saat jumpa pers jelang Kongres Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama pada Jumat (31/12025) di kantor PBNU Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Sekretaris Tim Materi Kongres Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama, Alissa Qotrunnada Wahid menyampaikan bahwa problem kesehatan mental (mental health) bagi generasi muda menjadi salah satu yang disorot dalam rangkaian Kongres Keluarga Maslahat NU.

 

Kesehatan mental akan dibahas dalam Festival Keluarga Indonesia yang digelar pada 1-2 Februari 2025 di Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan melalui Bincang Santai bertema Healing Journey: Cara Gen Z Mengatasi Luka Batin diisi narasumber oleh infulencer bidang psikologi.


“Festival dengan tema-tema yang berkaitan. Seperti mental health untuk Gen-Z yang diisi oleh influencer psikolog,” ujar Alissa di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) lantai 1, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat pada Jumat (24/1/2025).


Alissa menyampaikan bahwa kesehatan mental di perkotaan lebih rentan jika dibandingkan dengan perdesaan, salah satunya mengenai fasilitas. Menurutnya, fasilitas di desa lebih sedikit, sedangkan di kota fasilitas yang ingin diakses lebih mudah ditemukan sehingga dari segi ketangguhan bertahan hidupnya akan berbeda.


“Kalau dari sisi sehari-hari kita lihat di pedesaan, fasilitas lebih sedikit artinya orang lebih tangguh ya dan ekspektasinya juga tidak setinggi yang di perkotaan, kalau di perkotaan mereka terbiasa dengan kemudahan karena itu kurang tangguh gitu,” katanya.


“Tidak dilatih dalam menyelesaikan persoalan-persoalan, apa-apa mudah mengambil keputusan yang lebih banyak oleh orang tuanya, jadi tidak terlatih kesana,” lanjutnya.


Ia menyampaikan bahwa Gen Z dalam menyelesaikan permasalahan dirinya lebih berpegangan dengan orang tua dan pengasuhnya. Hal ini akan mempengaruhi kondisi ketahanan hidupnya.


“Ketahanan hidup terutama ketika menghadapi tantangan masuk dunia kerja. Orang-orang mengeluhkan Gen Z ketika kerja, tidak tahan banting, atasannya yang stres,” ujar Ketua PBNU itu.


“Lebih mengutamakan work for balance malah jadi tidak balance tapi itu kurang dilatihkan ketangguhannya,” lanjutnya.


Alissa mengibaratkan bahwa Gen Z seperti strawberi yang memiliki bentuk indah dan cantik tetapi mudah rusak ketika ditekan atau diberi tekanan.


“Kalau dari segi teknologi banyak tutorial tapi dari sisi ketangguhan kurang,” ungkapnya.


Ia menyampaikan bahwa masyarakat NU mayoritas mengaji di pondok pesantren dan madrasah, sehingga terbiasa untuk survive atau bertahan hidup bersama teman-teman sebayanya.


“Kalau warga NU kan sebagian besarnya mondok ya, kalau mondok, mereka harus survive bersama teman-temannya, tidak disediakan orang tua, tidak disediakan oleh bu Nyai-nya,” ujarnya.