Jakarta, NU Online
Surat terbuka pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS sempat menghebohkan jagat maya. Dugaan pelecehan seksual dan perudungan yang menimpa MS disinyalir terjadi sejak 2015 silam, namun menurut informasi yang beredar, pimpinan KPI baru mengetahui pada Rabu (1/9/2021). Lantas apakah terjadi pembiaran atas kasus tersebut?
Komisioner KPI Mimah Susanti mengatakan, kasus ini sedang ditindaklanjuti lebih mendalam dengan mencocokkan informasi dari seluruh pihak di lembaga tersebut. Bahkan, pimpinan KPI Pusat saat ini telah mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya tidak menoleransi setiap tindakan pelecehan seksual dan perundungan.
“KPI sangat tidak menoleransi hal-hal yang dimaksud itu, maka dari itu, kami melakukan beberapa proses mendalam untuk memastikan kebenaran informasi tersebut,” katanya saat dihubungi NU Online via sambungan telepon, Sabtu (4/9/2021).
Mimah mengklaim pihaknya bertindak cepat menangani dugaan kasus yang terjadi antarpegawai di lembaganya. Dengan membentuk tim investigasi khusus untuk mendampingi MS melaporkan para terduga pelaku pelecehan seksual ke Polres Metro Jakarta Pusat. Hasilnya, KPI Pusat pun telah menonaktifkan sementara para terduga pelaku perundungan dan pelecehan tersebut.
“KPI mengambil langkah-langkah cepat (juga) dengan membentuk investigasi internal, memanggil para pihak, dan mendampingi korban dalam pemulihan psikologisnya,” beber dia.
Diketahui, korban MS sebelumnya telah mengadukan parkara pelecehan tersebut kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Agustus 2017 dan sudah direspons pada September 2017.
Karena itu, muncul dugaan pembiaran dari Komnas HAM terkait kasus pelecehan dan perundungan di lingkungan kerja KPI. Sebab, peristiwanya sudah berlangsung bertahun-tahun.
"Ada dugaan pembiaran dan korban tidak ditangani dengan baik. Pertama (kejadiannya) berulang. Kedua, berakibat kepada psikis, trauma, fisik (korban). Ada upaya dokter untuk menyembuhkan korban," kata Komisioner Komnas HAM bidang Pendidikan dan Penyuluhan, Beka Ulung Hapsara dalam keterangannya, Jumat (3/9/2021) kemarin.
Saat ini, Komnas HAM masih menunggu korban untuk memberikan keterangannya. Beka menyatakan, pihaknya mengutamakan kenyamanan dan keamanan korban untuk bersuara.
"Kita komunikasi dengan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) supaya membantu perlindungan keamanan korban," jelasnya.
Seperti pada pemberitaan sebelumnya, terduga korban juga sempat melakukan pelaporan ke polisi sebanyak dua kali, pada tahun 2017 dan 2019, ironisnya laporan tersebut tidak mendapat tindak lanjut.
MS, pegawai kontrak KPI, mengaku telah mengalami perundungan dan pelecehan seksual yang diduga dilakukan rekannya sesama karyawan di lingkungan kerja KPI sejak 2012. Perlakuan yang diterimanya tidak menyenangkan, mulai dari diperbudak, dirundung secara verbal maupun non-verbal, bahkan ditelanjangi.
Kejadian itu berlangsung bertahun-tahun sampai akhirnya MS divonis mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) usai ke psikolog di Puskesmas Taman Sari lantaran semakin merasa stres dan frustasi.
"Kadang di tengah malam, saya teriak teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia," kata MS dalam surat terbukanya, Rabu (1/9/2021).
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Zunus Muhammad