Kurikulum Cinta Wujudkan Pendidikan yang Menyentuh Dimensi Moral dan Spiritual
Kamis, 16 Oktober 2025 | 15:30 WIB
Jakarta, NU Online
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Muhammad Zuhdi, menilai bahwa gagasan Kurikulum Cinta yang digagas Kementerian Agama (Kemenag) merupakan upaya untuk mewujudkan pendidikan yang langsung menyentuh dimensi moral dan spiritual.
Ia menegaskan bahwa Kurikulum Cinta merupakan langkah penting Kemenag dalam memperkuat arah pendidikan Islam yang berlandaskan akhlak, kemanusiaan, dan spiritualitas.
Menurutnya, semangat utama dari Kurikulum Cinta adalah membentuk pribadi peserta didik yang mencintai Tuhan, sesama, dan lingkungan, sekaligus memiliki kesadaran spiritual yang menyatu dengan kehidupan sosial.
“Misinya adalah bagaimana menghasilkan peserta didik yang cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah, cinta kepada diri sendiri, cinta kepada kemanusiaan, dan cinta kepada lingkungan,” ujar Prof ZuhdN kepada NU Online pada Sabtu, 11 Oktober 2025.
Ia berharap agar seluruh proses pembelajaran dapat menciptakan keselarasan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Keselarasan itu menjadi fondasi bagi terbentuknya kepribadian dan akhlak yang utuh.
“Sehingga seluruh pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik beresonansi positif kepada kepribadiannya dan akhlaknya,” lanjutnya.
Prof Zuhdi menilai bahwa arah pendidikan yang dibangun melalui gagasan Kurikulum Cinta sejalan dengan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Pendidikan tidak semata menekankan aspek kognitif, tetapi juga menumbuhkan karakter, watak, dan moral peserta didik.
“Yang ingin dihasilkan adalah manusia yang bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, kepada Tuhan, dan kepada lingkungannya. Jadi pendidikan itu tidak hanya membentuk kecerdasan, tapi juga kesadaran moral dan spiritual,” ungkapnya.
Menurutnya, pendidikan berbasis cinta harus mengajarkan keseimbangan antara dimensi vertikal dan horizontal kehidupan. Seorang Muslim tidak cukup hanya taat beribadah, tetapi juga perlu menunjukkan kasih sayang kepada sesama dan kepedulian terhadap lingkungan.
“Jangan rajin berjamaah, rajin zikir, tapi buang sampah sembarangan atau serobot di jalan. Di mana rasa cintanya?” tegasnya.
Ia menambahkan, ketaatan dalam beribadah kepada Tuhan seharusnya tercermin pula dalam perilaku sosial sehari-hari.
“Kalau hubungan vertikalnya benar, seharusnya berimplikasi pada hubungan horizontalnya,” terangnya.
Lebih lanjut, Prof Zuhdi menilai bahwa semangat cinta yang diusung Kemenag dapat diintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran tanpa harus dijadikan pelajaran tersendiri. Nilai-nilai cinta dapat hidup melalui cara guru mengajar, materi yang disampaikan, serta keteladanan dalam keseharian di sekolah.
“Sebetulnya nilai-nilai itu bisa diintegrasikan ke berbagai mata pelajaran. Justru itulah yang seharusnya menjadi karakter seorang Muslim taat kepada Allah dan bertanggung jawab kepada sesama,” pungkasnya.