Nasional

Kemenag Tegaskan Krisis Lingkungan Butuh Pendekatan Ekoteologi dan Kurikulum Cinta

NU Online  ·  Kamis, 9 Oktober 2025 | 15:30 WIB

Kemenag Tegaskan Krisis Lingkungan Butuh Pendekatan Ekoteologi dan Kurikulum Cinta

Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag RI, Amin Suyitno saat pembukaan Akademi Kepemimpinan Mahasiswa Nasional (Akminas) 2025, yang berlangsung di Auditorium HM Rasjidi, Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025). (Foto: NU Online/Haekal)

Jakarta, NU Online

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag), Amin Suyitno, menegaskan bahwa krisis lingkungan hidup yang semakin parah tidak cukup hanya diatasi dengan regulasi semata.


Menurutnya, diperlukan pendekatan ekoteologi dan kurikulum cinta untuk membangun kesadaran ekologis yang lebih mendalam dan menyentuh aspek spiritual manusia.


“Sekarang sedang terjadi darurat persoalan pengelolaan lingkungan atau darurat rusaknya lingkungan sehingga butuh kehadiran sentuhan agama,” katanya kepada NU Online usai kegiatan Akademi Kepemimpinan Mahasiswa Nasional (Akminas) 2025, yang digelar di Kantor Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (8/10/2025).


Menurutnya, pendekatan struktural semata terbukti tidak cukup efektif. Karena itu, ekoteologi yang menghubungkan nilai-nilai keagamaan dengan kepedulian terhadap alam menjadi instrumen penting untuk melibatkan tokoh-tokoh agama dalam kampanye pelestarian lingkungan.


“Persoalan lingkungan hanya pendekatan konvensional, bahasa-bahasa regulasi, bahasa-bahasa yang sifatnya struktur dianggap tidak efektif, sehingga dengan bahasa agama, dengan ekoteologi, diharapkan peran tokoh agama bisa menjadi solusi," jelasnya.


Sebagai implementasi nyata, Kemenag telah menjalankan sejumlah program ramah lingkungan di dunia pendidikan berbasis agama, antara lain Madrasah Hijau, Pesantren Hijau, dan Kampus Hijau.


“Anak-anak diedukasi sejak usia dini, kampus-kampus digerakkan. Makanya program nyata dari Pak Menteri (Nasaruddin Umar) bukan soal konseptualnya tapi lebih bagaimana menjadi program yang nyata," katanya.


Menurut Amin, pendekatan ekoteologi dan kurikulum cinta bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap isu lingkungan secara menyeluruh.


“Tapi konseptualnya lebih bagaimana mengubah mindset anak-anak, terutama masyarakat, agar mereka sadar bahayanya lingkungan yang sudah rusak ini," katanya.


Sejalan dengan itu, kurikulum cinta juga sedang diformulasikan sebagai jiwa dari seluruh materi pembelajaran yang ada di satuan pendidikan di bawah Kemenag.


“Kurikulum ini sebagai sumber inspirasi, jiwanya kurikulum atau the soul of curriculum, yang nanti menjiwai kurikulum yang ada untuk diinsersi kepada seluruh mata pelajaran," jelasnya.


Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Sahiron, menegaskan bahwa moderasi beragama diposisikan sebagai pijakan relasi sosial, sedangkan kurikulum cinta dan ekoteologi memperluas cakupannya hingga pada hubungan manusia dengan Tuhan dan alam.


“Moderasi beragama menekankan pada relasi baik kepada sesama umat manusia meskipun berbeda agama, aliran, dan macam-macam. Lalu ditambah lagi dengan kurikulum cinta bagaimana relasi dengan Tuhannya dan jangan dilupakan dan juga dengan alam. Nanti itu akan diimplementasikan di kampus-kampus," tegasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang