LAZISNU Bersama NU Online Gelar Sosialisasi dan Penguatan Program Koin NU di Bandung
Senin, 15 September 2025 | 17:30 WIB
Sosialiasi dan Penguatan Program Koin NU di Gedung MWCNU Pacet, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Ahad (14/9/2025). (Foto: NU Online/Nurdin)
Bandung, NU Online
Dalam upaya memperkuat kemandirian organisasi sekaligus mengoptimalkan program Koin NU, Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) bersama NU Online menggelar kegiatan Sosialisasi dan Penguatan Program Koin NU bertema Membangun Kemandirian NU Kabupaten Bandung melalui Inovasi dan Penguatan Program Koin NU.
Kegiatan ini berlangsung pada Ahad (14/9/2025) di kantor MWCNU Pacet, Kabupaten Bandung. Acara dihadiri oleh jajaran Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bandung, perwakilan MWCNU se-Kabupaten Bandung, serta badan otonom NU seperti Muslimat, Fatayat, Ansor, IPNU, dan IPPNU.
Wakil Direktur Fundraising, Humas, dan IT NU Care-LAZISNU, Anik Rifqoh, menjelaskan bahwa profesi amil kini diakui negara.
"Ada sertifikasi amil zakat yang diwajibkan oleh negara melalui regulasi BAZNAS. Hal ini menunjukkan bahwa amil adalah profesi yang diatur secara resmi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, roh gerakan Koin NU lahir dari Jawa Barat. Gerakan ini bermula dari inisiatif almarhum KHR Abdul Basith di Desa Nangerang, Jampang Tengah, Sukabumi. Adapun nama Koin NU digagas oleh KH Ma'ruf Islamuddin.
Menurut Anik, aksi sosial yang dilakukan NU juga harus dimaknai sebagai aksi spiritual. Karena itu, LAZISNU perlu hadir dalam pendampingan sosial masyarakat.
“Peruntukan dana umat dibagi, 80 persen untuk masyarakat, 20 persen untuk organisasi. Ada tiga pilar aman LAZISNU, yaitu Aman Syar'i, Aman Regulasi, dan Aman NKRI,” jelasnya.
Ia menerangkan, LAZISNU kini memiliki peta jaringan luas dengan 236 cabang, 14 PCINU, serta lebih dari 14 juta donatur tercatat. Capaian itu didukung akuntabilitas pengelolaan.
“LAZISNU diaudit dengan predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), bahkan melalui audit ISO yang menghasilkan kebijakan mutu bernama MANTAP (Modern, Akuntabel, Transparan, Amanah, dan Profesional),” ujarnya.
Anik juga menuturkan, LAZISNU menjalankan lima pilar program yakni NU Care Cerdas, Berdaya, Sehat, Damai, dan Hijau. Publikasi menjadi hal penting agar kinerja program dapat dilihat jamaah. Ia menyebutkan, perolehan ZIS nasional mencapai Rp2,3 triliun dan melampaui capaian BAZNAS.
“Digitalisasi, transparansi, dan akuntabilitas harus terus dijaga. Jangan takut disebut pamer, karena publikasi adalah syiar,” kata Anik.
Manajer Fundraising dan Marcomm NU Care-LAZISNU, Wahyu Noerhadi, menjelaskan tata kelola Koin NU. Ia menyebut, penghimpunan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) kini sudah terintegrasi dengan berbagai platform digital.
“Melalui website bisa terkumpul Rp200 juta, sementara lewat aplikasi NU Online mencapai Rp300 juta. Selain itu, ada juga penghimpunan melalui Tokopedia dan Shopee,” ungkapnya.
Wahyu menambahkan, Koin NU telah memberikan manfaat nyata, di antaranya untuk lampu desa, peternakan, hingga pemberdayaan difabel. Di Blora, komunitas difabel binaan LAZISNU bahkan berhasil mengembangkan usaha batik hingga mendapat perhatian Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
Ia menegaskan bahwa Koin NU memiliki potensi besar selama distribusinya jelas. Metode penghimpunan dilakukan dengan sistem jemput koin atau setor mandiri melalui UPZIS/JPZIS dengan petugas dari Muslimat, Fatayat, Banser, maupun PLPK (Petugas Lapangan Pengumpul Koin). Dana yang dihimpun disalurkan untuk pendidikan, kesehatan, sosial-keagamaan, hingga pemberdayaan ekonomi.
“Program konkret misalnya beasiswa untuk yatim dan dhuafa berprestasi, santunan kesehatan, bantuan beras untuk guru ngaji, renovasi rumah dhuafa, sampai bantuan modal usaha kecil,” jelas Wahyu.
Menurutnya, generasi Z juga banyak berkontribusi melalui delapan subprogram utama, mulai dari bantuan bencana, santunan yatim, beasiswa, hingga dukungan kemanusiaan untuk Palestina. Sosialisasi Koin NU, lanjut Wahyu, dilakukan melalui pengajian, majelis taklim, bahkan kotak amal masjid sebelum shalat Jumat.
“Setiap enam bulan harus ada laporan pertanggungjawaban kepada LAZISNU PCNU. SK UPZISNU diterima dari MWCNU, sedangkan izin operasional dari LAZISNU PCNU,” ujarnya.
Dalam sesi diskusi, perwakilan UPZISNU MWCNU Ciparay, Mansur Setiawan, menyampaikan pentingnya adanya kesamaan regulasi dari Aceh hingga Papua.
"Kami berharap ada satu draf pedoman resmi yang bisa dikirimkan ke PCNU, lalu diteruskan hingga ranting. Strategi bisa berbeda, tapi arah dan platform harus sama,” ucapnya.
Mansur juga mengingatkan bahwa setiap sistem memiliki risiko dan konsekuensi. Karena itu, diperlukan parameter jelas dalam menjalankan program, termasuk canvasing, form monitoring, dan key performance indicator (KPI) yang terukur.