Nasional

Lesbumi 'Obah', Tapi 'Ora Owah'

Selasa, 27 Maret 2018 | 23:00 WIB

Jakarta, NU Online 
Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia PBNU KH Ng. Agus Sunyoto mengatakan sebuah lembaga kebudayaan dewasa ini harus menyesuaikan diri dengan fenomena  yang terjadi di era milenial yang ditandai pengaruh agnotisme, materialisme dan pudarnya nilai moralitas yang cenderung individualistik. 

Saptawikrama Lesbumi, kata kiai yang tinggal di Malang ini, adalah strategi kebudayaan yang dirancang Lesbumi untuk menghadapi globalisasi dengan milenialisme yang membawa bencana kemanusiaan akibat runtuhnya moralitas yang mengalami transvaluasi nilai yang membahayakan.

Saat ini, lanjutnya, adalah masa disruptive di mana terjadi kekacauan akibat munculnya fenomena baru pengetahuan yang paradigmanya berbeda dengan pengetahuan lama yang bersifat empirik, materialis dan positivistik. Soal cryptocurrency, uang virtual, uang digital, bitcoin yang beda dengan uang kartal konvensional karena paradigmanya berbeda. Soal blockchain pun beda dan saling berbeda satu sama lain dengan pengetahuan lama.

"Lesbumi harus mengantisipasi perubahan ini secara bijak dan strategis,” jelasnya ketika dihubungi NU Online dari Jakarta, Selasa (26/3) ketika diminta refleksi tentang harlah ke-56 Lesbumi. 

Di berbagai daerah, kata penulis produktif ini, telah terbentuk Lesbumi. Mereka dengan antusias bangkit mengusung gagasan, konsep, ide, nilai lama yang disesuaikan dengan perubahan baru yang individualistik, materialistis, bebas nilai, liberalistik, dan pseudoreligius, yang ditandai fenomena manusia beragama tapi tidak beriman. 

“Lesbumi dengan Saptawikramanya berusaha untuk mampu mengatasi tantangan dunia riil perubahan yang berdiri di atas prinsip obah, tapi ora owah, bergerak dinamis tapi tidak bergeser dari prinsip nilai Islam Nusantara warisan Wali Songo,” katanya. (Abdullah Alawi)


Terkait