Jakarta, NU Online
Kepala Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU), Muhammad Ali Yusuf menegaskan bahwa aksi penanggulangan bencana dalam situasi tanggap darurat tidak sesederhana memberikan bantuan logistik pada korban. Sebaliknya pemberian bantuan hanyalah satu dari serangkaian kegiatan yang ada dalam fase Tanggap Darurat.
Hal ini disampaikan berkenaan dengan umumnya pemahaman dalam masyarakat yang menganggap bahwa aksi Tanggap Darurat hanya sebatas memberi bantuan logistik saja.
“Tapi pemahaman dan kesadaran tentang Tanggap Darurat masih banyak yak keliru. Tanggap Darurat dianggap hanya menyerahkan logistik saja. Padahal Tanggap Darurat juga menyangkut nyawa, jiwa yang membutuhkan perencanaan kuat dan rigid,” papar Muhammad Ali Yusuf kepada NU Online di Jakarta, Rabu (15/8).
Dalam Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana yang disusun BNPB tahun 2008, Tanggap darurat bencana didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Kegiatan ini meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Ali Yusuf melanjutkan, kegiatan Tanggap Darurat ini perlu ditunjang dengan data yang kuat. “Agar tidak salah sasaran, maka butuh data yang bersumber dari assessmen atau pendataan kebutuhan yang kuat,” katanya melanjutkan.
Dengan data yang kuat, lanjutnya, pekernjaan penanganan bencana akan sistematis dan tepat sasaran. “Sebaliknya tanpa assessmen yang baik pekerjaan akan sporadis dan tidak efektif,” ujarnya.
Sebelumnya, BNPB menetapkan bahwa fase Tanggap Darurat diperpanjang hingga 25 Agustus 2018. Hingga Senin (14/8) korban jiwa bencana gempa bumi di Nusa Tenggara Barat dan Bali mencapai 436 jiwa. Selain korban jiwa, terdapat pula korban luka-luka yang mencapai 1.353 orang. Sementara itu, data dari Posko Tanggap Gempa Lombok mencatata bahwa total pengungsi mencapai 352.793 orang. (Ahmad Rozali)