LPBINU dan Kemnaker Luncurkan Program Padat Karya Pemberdayaan Lingkungan
Selasa, 16 November 2021 | 14:40 WIB
Jakarta, NU Online
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker) meluncurkan program Padat Karya pada Senin (15/11/2021) di Gedung PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat secara hybrid. Program tersebut merupakan pemberdayaan instalasi panen air hujan, pengelolaan limbah air wudu, biopori.
Ketua LPBINU M. Ali Yusuf mengatakan, program padat karya akan dilaksanakan di 15 Kabupaten/Kota di tujuh provinsi. Yakni, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, dan Sumatera Utara.
"Daerah-daerah ini dipilih karena sering terdampak banjir di musim hujan, sedangkan di musim kemarau dilanda kekeringan," ungkap Ali dalam sambutannya.
Padahal dalam agama Islam, lanjutnya, air menempati posisi yang sangat penting. Air adalah sumber kehidupan dan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan seluruh makhluk Allah Swt di bumi. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang artinya:" Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu." (An-Nahl ayat 10).
"Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, jumlahnya sangat melimpah. Selama kehidupan di muka bumi masih berlangsung, hujan masih turun, maka air akan terus ada. Meski demikian, air hujan perlu dikelola dengan baik agar keberadaan air bisa manfaatkan dan tidak terbuang sia-sia dan menyebabkan banjir," katanya.
Menurut Ali, pengelolaan air hujan ini setidaknya memitigasi terjadinya banjir, serta mencegah terjadinya krisis air saat kemarau. “Krisis air sebenarnya telah melanda atau kita alami sejak lama, sekitar sejak tahun 1980-an atau 1990-an kita sudah mengalami krisis air di musim kemarau,” katanya.
"Bahkan di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT) juga mengalami defisit air, secara angka di atas 70 sampai 80 persen per-tahun. Kemudian provinsi di Indonesia yang surplus air hanya Papua dan Papua Barat. Melihat realita itu, meskipun saat ini kita masih menikmati air bersih, sesungguhnya air bersih itu jatah anak dan cucu kita kelak," ungkap Ali.
Krisis air, kata Ali, tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi secara global juga akan mengalami defisit air. "Mengapa bisa terjadi defisit atau krisis air? Karena populasi kita yang semakin besar, sementara daya dukung lingkungan menurun atau kerusakan lingkungan terutama karena deforestasi. Kemudian defisit air juga dipicu oleh dampak perubahan iklim, kurangnya resapan air karena perubahan fungsi lahan, dan tingginya pencemaran lingkungan," tegasnya.
Karena itu, Ali berharap, melalui program Padat Karya ini bisa menjadi salah satu solusi jangka panjang yang dapat menyelamatkan keberadaan air.
Dua cara selamatkan air
Ada dua cara sebagai upaya penyelamatan air bersih. Pertama adalah dalam bentuk vegetasi, yaitu dengan cara menanamkan dan tidak banyak melakukan alih fungsi lahan. Kemudian yan kedua dalam bentuk konstruksi.
"Cara yang kedua yaitu konstruksi ini yang akan kita lakukan bersama Kemnaker RI. Kita ingin menabung air hujan, sehingga air hujan yang selama ini kita biarkan mengalir ke saluran, bahkan terbuang hingga menyebabkan banjir, namun dengan cara konstruksi kita dapat manfaatkan dan kita tabung agar dapat digunakan ketika dibutuhkan," ungkapnya.
Ia juga berharap instalasi air di area atau fasilitas publik yang akan dilakukan di tujuh provinsi terpilih itu dapat dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat, sekaligus upaya adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana.
Sebagai informasi, peluncuran program ini dihadiri oleh PCNU, LPBINU, Disnaker, BPBD perwakilan di lima belas kabupaten/kota secara daring, serta dihadiri secara luring oleh Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan RI, Titik Mas’udah, Wasekjend PBNU Andi Najmi Fuaidi, serta tamu undangan terbatas dengan protokol kesehatan secara ketat.
Kontributor: Anty Husnawati
Editor: Kendi Setiawan