Maftuhah Mustiqowati, Guru Madrasah Pelopor Peduli Lingkungan hingga Berbuah Penghargaan Nasional
Jumat, 11 November 2022 | 11:00 WIB
Maftuhah Mustiqowati terus berupaya mengubah kebiasaan anak didiknya itu untuk menjadi pribadi yang peduli terhadap lingkungan. (Foto: NU Online/Rifatuz Zuhro)
Jombang, NU Online
Seringkali orang akan acuh ketika menemui imbauan untuk mencintai lingkungan, penghijauan bumi, serta upaya-upaya gerakan penanggulangan sampah lainnya. Padahal gerakan tersebut, jika ditinjau lebih dalam bukan hanya sekadar gerakan cinta terhadap lingkungan semata, melainkan perwujudan keimanan seseorang kepada Tuhan. Sebab, manusia diciptakan tidak hanya bertujuan untuk beribadah saja melainkan juga sebagai khalifah di bumi, yang artinya menjaga dan merawat keseimbangan bumi.
Pentingnya persoalan lingkungan tersebut, Rais 'Aam PBNU 1991-1992, KH Ali Yafie pernah menulis buku yang berjudul Merintis Fikih Lingkungan Hidup yang memandang pentingnya menjaga lingkungan. Menurut Kiai Ali Yafie menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab kolektif semua pihak.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ada enam komponen kehidupan dasar manusia (al-dlaruriyat al-sitt atau al-kulliyat al-sitt) adalah sebagai berikut: perlindungan agama (hifzhu al-din), perlindungan akal (hifzhu al-aqli), perlindungan kekayaan (hifzhu al-mal), perlindungan keturunan (hifzhu al-nasab), perlindungan jiwa (hifzhu al-nafs) dan perlindungan lingkungan hidup (hifzhu al-bi’ah).
Hal ini pula yang menginspirasi Maftuhah Mustiqowati, seorang guru yang juga Kepala MTs Al Hikam Jatirejo, Diwek, Jombang yang getol melakukan kampanye peduli lingkungan di madrasah, pesantren, maupun masyarakat sekitar.
Berawal dari banyaknya sampah yang berserakan di lingkungan madrasah, ia berupaya untuk mengubah kebiasaan anak didiknya itu untuk menjadi pribadi yang peduli terhadap lingkungan. Ia berujar, generasi saat ini tidak hanya cukup diimbau untuk melakukan sesuatu, namun lebih tanggap dengan hal yang menarik bagi mereka.
Akhirnya, perempuan yang akrab disapa Bunyai Ika ini, pada tahun 2015, madrasah di bawah kepemimpinannya itu, berupaya menjadi madrasah Adiwiyata, yaitu madrasah yang peduli dengan lingkungan yang sehat, bersih, dan indah.
"Kalau Adiwiyata semua aspek itu terkait ya, jadi gurunya, termasuk mata pelajaran, kemudian kami ada ekstrakulikuler, itu mungkin kiat kami agar anak-anak betul konsisten terkait dengan kepedulian terhadap lingkungan, sehingga di visi sekolah juga tercantum berbudaya lingkungan," terang perempuan yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Mamba'ul Hikam Putri ini.
Mengampanyekan untuk mencintai bumi pada peserta didik, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, butuh proses yang berkelanjutan untuk menjadikan hal tersebut menjadi watak dan karakter anak didik.
"Perjalanan kami panjang, kalau saat ini Al Hikam dilihat sebagai sekolah Adiwiyata. Bahkan kami mendapatkan penghargaan Adiwiyata Nasional itu butuh perjalanan panjang. Mendidik anak-anak itu kan berkelanjutan. Itu yang kemudian semua guru , wali murid siswa sama-sama komitmen terkait dengan program ini," jelasnya pada NU Online, Rabu (10/11/22).
Menurutnya, perbedaan signifikan dirasakan ketika MTs Al Hikam menjadi madrasah Adiwiyata, selain keasrian dan kebersihan meningkat, juga tidak dijumpai sampah yang berserakan. "Kiat kita menyelenggarakan, menciptakan madrasah yang bersih itu tidak ada titiknya, komah terus, artinya berkelanjutan untuk masa depan anak cucu kita," imbuhnya.
Selain dibekali ilmu pengelolaan sampah, anak didik juga diajarkan perihal fikih lingkungan, dan hukum terkait merusak alam yang dilandaskan pada Al-Qur'an dan hadits.
Konsistensi terhadap kepedulian lingkungan hidup tersebut membuat MTs Al Hikam menyabet beberapa penghargaan Adiwiyata kabupaten pada tahun 2016, Adiwiyata provinsi pada tahun 2019, kemudian masuk Adiwiyata Nasional di tahun 2021. Selanjutnya, ia menuturkan bahwa pada tahun 2023 ditargetkan sudah masuk di Adiwiyata mandiri.
Pada tahun 2021 juga, Bunyai Ika mendapatkan penghargaan dari Madrasah Award kategori madrasah mandiri melalui pelestarian lingkungan. Karena ia konsisten mengajak siswa-siswi menjaga dan merawat bumi.
Tidak hanya di madrasah, gerakan peduli lingkungan hidup juga digaungkan oleh Bunyai Ika ke luar madrasah. Ia sengaja mengajak siswa-siswinya untuk menularkan hasil karya mereka kepada komunitas lintas iman yang ada di Kabupaten Jombang. Seperti, memberikan keranjang sampah ke Gereja maupun ke Kelenteng.
"Indonesia harus jadi hunian yang layak untuk anak cucu kita. Ternyata melalui lingkungan itu kita bisa berbagi ke siapapun," jelas perempuan alumni UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini.
Ia juga mengatakan pernah mengadakan webinar bersama dengan teman-teman sejawat di lintas iman, melihat masing-masing kitab suci tentang anjuran menjaga bumi, ternyata ada satu titik temu. Semua agama itu menyerukan untuk menjaga bumi.
Kegiatan pengelolaan sampah
Terdapat beberapa gerakan yang dipelopori oleh Bunyai Ika perihal kepedulian terhadap lingkungan. Pertama, Gerakan Ecobrick, yaitu gerakan edukasi penanggulangan sampah plastik. Ecobrick ini salah satu teknik pengelolaan sampah plastik dengan memasukkan berbagai sampah plastik ke dalam botol-botol plastik bekas higga penuh kemudian dipadatkan sampai menjadi keras.
Gerakan tersebut, lanjutnya, telah diikuti 36 madrasah dan sekolah di Kabupaten Jombang. Hal ini dilakukan karena keinginannya untuk mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut.
Kedua, Pembuatan kompos. Yaitu edukasi penanaman dan memanen kompos yang bertujuan mengajarkan menanggulangi sampah organik di sekitar lingkungan madrasah. Siswa-siswi juga membuat pupuk organik cair.
Ketiga, Menanam Pohon. Sebanyak 3.200 bibit ditanam dan dilaksanakan secara serentak dengan madrasah dan komunitas pecinta lingkungan se kabupaten Jombang secara virtual.
Keempat, Pemasangan Biopori atau resapan air hujan. Biopori tersebut dipasang di halaman Kementerian Agama Kabupaten Jombang, di Kawasan makam Gus Dur, dan di halaman kantor DPRD Jombang.
Kelima, sedekah minyak jelantah. Minyak jelantah yang kerap kali dibuang, oleh para siswa dibuat menjadi sabun, setiap hari Rabu di madrasah, siswa dan masyarakat sekitar membawa minyak jelantah ke MTs Al Hikam. Kegiatan tersebut, menurut Bunyai Ika diluncurkan oleh Kabid penma Kemenag Jatim H Syansuri.
Keenam, sedekah gelas dan plastik. sampah yang tadinya polusi menjadi solusi. "Kami memberikan 113 madrasah dan sekolah di Kabupaten Jombang dan Lamongan berupa keranjang. Launching 13 Oktober 2021. Dihadiri oleh pengasuh pondok, dan Kepala Kemenag Kabupaten Jombang, dr Taufiqurrahman, dan dinas lingkungan hidup Kabupaten Jombang," ujarnya seperti yang dikutip dari youtube profile Madrasah Al Hikam.
Ketujuh yaitu Resik Kali, kegiatan ini kontinu dilakukan untuk mengurangi sampah di sungai, dan menjadikan sungai menjadi fungsi sebagaimana mestinya. Terakhir, untuk mengurangi sampah residu berupa pembalut sekali pakai, terangnya, ia membuat pembalut cuci ulang yang sudah dipakai oleh para siswi dan khalayak umum.
"Madrasah harus menjadi garda terdepan pelopor dalam melestarikan lingkungan, semua gerakan tersebut adalah bukti cinta dari madrasah untuk kehidupan," pungkasnya.
Kontributor: Rifatuz Zuhro
Editor: Fathoni Ahmad
====================
Artikel ini diterbitkan dalam rangka Peringatan Hari Guru 25 November bertema "Berinovasi Mendidik Generasi" oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI