Nasional

Mahfud MD: Peran Besar Pesantren dalam Pendirian NKRI Tak Terbantahkan

Rabu, 12 Juli 2023 | 21:30 WIB

Mahfud MD: Peran Besar Pesantren dalam Pendirian NKRI Tak Terbantahkan

Menko Polhukam Prof Mahfud MD saat tampil pada halaqah ulama RMINU di Lamongan, Rabu (12/7/2023). (Foto: Humas Pendis)

Lamongan, NU Online
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof Mahfud MD menegaskan bahwa peranan pesantren dalam pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah tidak lagi terbantahkan.


“Tidak dapat dibantah siapapun bahwa peranan pondok pesantren itu sangat besar artinya dalam berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya saat mengisi Halaqah Ulama Nasional Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) di Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, Rabu (12/7/2023).


Peranan itu tidak saja melalui dialog dan pertemuan dalam penyusunan dasar negara. Tetapi, juga dengan kontak fisik dengan para penjajah.


“Baik perannya di dalam menyusun ideologi atau pedoman hidup bersama di dalam bernegara, penuntun kesepakatan hidup bersama dalam berneagara, maupun secara fisik kemudian merebut dan mempertahankan visi kemerdekaan,” katanya.


Lebih jauh, Mahfud menjelaskan bahwa ketika Indonesia akan merdeka, pemerintah penjajahan Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Dalam forum itu, terdapat para ulama dari berbagai ormas Islam dan dari berbagai pesantren. Hal demikian menaruh corak sendiri dalam ideologi.


“Sehingga turut memberi warna bagi lahirnya ideologi Pancasila sesudah melalui perdebatan, istikharah, dan dalil-dalil yang dikejukakan penuh retorik sehingga Indonesia merdeka,” ujarnya.


Begitu Indonesia merdeka, Belanda masuk lagi ke negara yang pernah dijajahnya ini. Sebab, pihak sana beralasan ada konvensi Wina bahwa negara jajahan yang penjajahnya kalah perang harus mengembalikan negaranya ke penjajah sebelumnya.


“Jadi, pada waktu itu Jepang kalah. Belanda atas nama Konvensi Wina masuk lagi ke Indonesia. Menurut keputusan Wina tahun 1938, Indonesia harus dikembalikan ke Belanda,” kata pria kelahiran Madura, 13 Mei 1957 itu.


Dengan alasan itu, Belanda dengan berbagai rombongannya masuk sehingga Indonesia kewalahan sehingga pindah ke Yogyakarta. “Bahasa halusnya hijrah. Bahasa kasarnya lari tidak kuat menghadapinya,” ujar Mahfud.


Halaqah ini mengangkat tema Pesantren Sebagai Bagian dari Sistem Pendidikan Nasional: Membangun Jembatan Pesantren dengan Pendidikan Umum. Kegiatan ini juga menghadirkan Rais Syuriyah PBNU KH Masdar Farid Mas’udi, Ketua Lakpesdam PBNU KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil), Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Prof Machasin, dan lainnya.