MK Tolak Pencabutan Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah: Harus Peroleh Dukungan Minimal
Kamis, 13 November 2025 | 21:45 WIB
Suasana sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi, di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (13/11/2025). (Foto: NU Online/Haekal)
Jakarta, NU Online
Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) Suhartoyo menegaskan tolak pencabutan ambang batas pencalonan kepala daerah yang dimohonkan dalam perkara Nomor 90/PUU-XXIII/2025 yang dugelar di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (13/11/2025).
“Mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan permohonan ini.
Dalam pertimbangan hukumnya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menegaskan bahwa Pasal 40 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, Pilkada yang demokratis, hak memajukan diri, serta hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
“Hak-hak demikian telah dijamin dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), Pasal 28C 92 ayat (2), dan Pasal 28D ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dan tidak sebagaimana yang didalilkan oleh para Pemohon. Dengan demikian, dalil para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” katanya.
Saldi menambahkan bahwa calon kepala daerah yang maju melalui jalur perseorangan tetap harus memperoleh dukungan minimal dari pemilih.
Persyaratan ini, katanya, diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara calon perseorangan dan calon yang diusung partai politik, serta untuk mencegah munculnya calon yang tidak serius sehingga menurunkan nilai demokrasi.
"Syarat jumlah minimal dukungan bagi calon yang menggunakan jalur perseorangan tidak boleh lebih berat dari syarat yang diajukan partai politik atau gabungan partai politik," katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penghapusan syarat dukungan minimal bagi calon perseorangan tidak memungkinkan, namun pembentuk undang-undang tetap dapat menyesuaikan ambang batas pengajuan pasangan calon.
“Perubahan dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan proporsional baru setelah Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024. Berkenaan dengan hal ini, pembentuk undang-undang dapat melakukan perubahan atau penyesuaian atas ambang batas pengajuan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sepanjang angka/persentase ambang batas dimaksud tidak lebih berat dari angka/persentase dalam Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024,” jelasnya.
Pemohon menyatakan bahwa pasca-Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 terdapat keselarasan asas antara pilkada dan pemilu, sehinga diskursus mengenai penggolongan pilkada sebagai bagian dari pemilu dan implikasi yang dihadirkan bermuara pada lahirnya UU Nomor 22 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Norma ini secara implisit menyebutkan tentang rezim penyelenggaraan pilkada ke dalam rezim penyelenggaraan pemilu, yang diikuti dengan penggunaan istilah baru dengan istilah pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah (pemilukada).
Permohonan ini diajukan oleh delapan warga negara, yakni Khalid Irsyad Januarsyah (Pemohon I), Robby Ardiansyah (Pemohon II), Zamroni Akhmad Affandi (Pemohon III), Panji Muhammad Akbar (Pemohon IV), Zahira Nurmahdi Hanafiah (Pemohon V), Muhammad Azis (Pemohon VI), Muhammad Faisal Hamdi (Pemohon VII), dan Hasan Kurnia Hoetomo (Pemohon VIII).